JAKARTA, KOMPAS.TV - Setelah mendekam di penjara selama 22 tahun, terpidana kasus narkoba Merri Utama akhirnya mendapatkan grasi dari Presiden Jokowi. Hukuman matinya diubah jadi seumur hidup.
Kuasa hukum Merri Utami dari LBH Masyarakat, Aisyah Humaida, mengatakan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1/G 2023 itu dikeluarkan pada 27 Februari 2023. Namun kabar tentang grasi baru diterima Aisyah lewat Merri pada 24 Maret 2023 melalui sambungan telepon.
Merri terlibat kasus narkoba setelah berkenalan dengan Jerry, lelaki yang mengaku berkebangsaan Kanada, dan berjanji akan menikahinya.
Namun janji tinggal janji, Jerry justru menjebaknya dalam derita panjang. Merri diminta membawa tas dari Nepal ke Indonesia, yang ternyata di dalamnya tersimpan 1,1 kilogram heroin.
Ketika masuk Bandara Soekarno-Hatta, awalnya Merri merasa tenang. Ia melenggang pulang tanpa tahu apa yang sebenarnya ia bawa.
Namun hari itu, 31 Oktober 2001, barang haram itu ketahuan ketika petugas memeriksa dengan mesin x-ray. Petugas bandara menemukan narkoba jenis heroin.
Merri kemudian ditangkap. Setelah melalui proses peradilan, pada Mei 2002, dia divonis mati.
Baca Juga: Dipenjara 21 Tahun, Terpidana Mati Kasus Peredaran Gelap Narkotika Merri Utami Terus Cari Keadilan
Rezim berganti. Pada tahun 2015 ketika Presiden Jokowi baru memerintah, ada gembar-gembor menghukum mati para bandar narkoba.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno memastikan segera melaksanakan eksekusi terhadap beberapa terpidana mati. Menurut dia, Presiden Jokowi akan memprioritaskan menghukum mati terpidana kasus narkoba.
"Jadi begini, bapak Presiden kita menghendaki narkoba dulu, karena inilah yang mengancam generasi muda kita," kata Tedjo kepada awak media usai bersilaturahmi ke rumah dinas Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, Sabtu, 3 Januari 2015.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.