LONDON, KOMPAS.TV - Sedikitnya 50 orang tewas akibat serangan udara yang dilakukan oleh militer di Myanmar tengah, Selasa (11/4/2023).
Mengutip laporan Arab News, BBC Burmese, Radio Free Asia dan portal berita Irrawaddy, serangan udara itu dilakukan pada sebuah acara yang dihadiri para penentang junta militer Myanmar.
Ketiga media tersebut melaporkan, antara 50 hingga 100 orang, termasuk warga sipil, tewas dalam serangan tersebut, menurut pernyataan warga di wilayah Sagaing, Myanmar tengah.
Belum ada komentar dari juru bicara militer yang berkuasa. Verifikasi lapangan oleh media internasional atas kabar tersebut juga belum tersedia.
Myanmar dilanda konflik sejak kudeta pada 2021, dengan serangan oleh pasukan minoritas etnis dan pejuang perlawanan yang menantang pemerintahan militer, yang telah merespons dengan serangan udara dan senjata berat, termasuk di daerah sipil.
Anggota Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF) lokal, sebuah milisi anti-junta, mengatakan pesawat tempur telah menembakkan senjata pada sebuah upacara yang diadakan untuk membuka kantor mereka di daerah setempat.
"Sejauh ini, jumlah korban pasti masih belum diketahui. Kami belum dapat mengambil semua jenazah," kata anggota PDF yang enggan diidentifikasi.
Menurut PBB, sedikitnya 1,2 juta orang telah mengungsi akibat pertempuran pasca-kudeta.
Baca Juga: Junta Militer Myanmar Bubarkan Partai Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi
Insiden itu dapat menjadi salah satu serangan udara paling mematikan di antara serangkaian serangan udara sejak sebuah jet menyerang sebuah konser pada Oktober lalu, menewaskan sedikitnya 50 warga sipil, penyanyi lokal, dan anggota kelompok minoritas etnis bersenjata di Negara Kachin.
Pemerintah Myanmar dalam pengasingan, Pemerintah Persatuan Nasional, mengutuk serangan tersebut, menyebutnya "sebagai contoh lain dari penggunaan kekuatan yang tidak pandang bulu oleh militer terhadap warga sipil".
Bulan lalu, sedikitnya 8 warga sipil, termasuk anak-anak, tewas dalam serangan udara di sebuah desa di barat laut Myanmar, menurut kelompok hak asasi manusia, pemberontak minoritas etnis, dan media.
Militer membantah tuduhan internasional bahwa mereka telah melakukan kekejaman terhadap warga sipil dan mengatakan mereka sedang melawan 'teroris' yang bertekad untuk menstabilkan negara.
Negara-negara barat telah memberlakukan sanksi pada junta dan jaringan bisnisnya yang luas untuk mencoba memotong pendapatannya dan aksesnya ke senjata dari pemasok utama seperti Rusia.
Sumber : Kompas TV/Arab News/Radio Free Asia/Irawaddy
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.