JAKARTA, KOMPAS.TV - Menkopolhukam Mahfud MD menduga Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak menerima data valid terkait transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun di Kementerian Keuangan karena aksesnya dibatasi oleh bawahannya.
Pernyataan ini diungkapkan Mahfud dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III dan Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (29/3/2023).
"Dari keterangan Ibu Sri Mulyani tadi saya ingin jelaskan fakta, bahwa ada kekeliruan pemahaman dan penjelasan karena ditutupnya akses yang sebenarnya dari bawah," kata Mahfud.
Mahfud menjelaskan bahwa Sri Mulyani mengaku tidak mengetahui adanya data transaksi mencurigakan Rp189 triliun saat pertemuan bersama Kemenkeu dan PPATK.
Baca Juga: Komisi III DPR akan Gelar Rapat Transaksi Rp349 Triliun Lagi, Mahfud MD dan Sri Mulyani Diundang
Namun, setelah diperiksa lebih lanjut, data tersebut terkait dugaan pencucian uang yang dilakukan di Direktorat Bea Cukai dengan 15 entitas.
"Dua tahun tidak muncul, 2020 dikirim lagi tidak sampai ke Ibu Sri Mulyani, sehingga bertanya ketika kami kasih itu dan dijelaskan yang salah," ujar Mahfud.
Menurut Mahfud, PPATK telah "mengendus" dugaan pencucian uang sejak 2017 dan melaporkannya ke Kemenkeu melalui Dirjen Bea Cukai dan Irjen Kemenkeu.
Namun, laporan tersebut tidak pernah sampai ke tangan Sri Mulyani. Ia juga menegaskan agar tidak melibatkan Rafael Alun dalam kasus ini, karena terkait kasus yang berbeda.
Baca Juga: Didik Rachbini: Kontroversi Dugaan TPPU Rp349 Triliun Timbulkan Konflik Antarlembaga
Sementara itu, Sri Mulyani menyatakan bahwa mayoritas dana dari transaksi mencurigakan sebesar Rp349 triliun yang terindikasi sebagai TPPU tidak terkait dengan Kemenkeu.
Menkeu mengungkapkan bahwa nilai transaksi yang berhubungan dengan pegawai Kemenkeu sebesar Rp3,3 triliun dari tahun 2009 hingga 2023.
Angka tersebut adalah merupakan akumulasi transaksi debit kredit pegawai Kemenkeu, termasuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, dan jual beli harta.
Dalam dana Rp3,3 triliun tersebut, terdapat surat berkaitan dengan clearance pegawai yang digunakan dalam rangka mutasi promosi atau fit and proper test.
Baca Juga: Momen Akhir Rapat Dengar Pendapat Transaksi 349 Triliun, Artaria Masih Interupsi Mahfud MD
Menkeu menambahkan bahwa data tersebut digunakan untuk mengecek profil risiko dan integritas staf Kemenkeu, bukan untuk kasus pidana atau korupsi.
"Jadi ya tidak ada dalam hubungannya dalam rangka untuk pidana, korupsi atau apa, tapi kalau kita untuk mengecek tadi profiling risk dari pegawai kita. Jadi banyak juga beberapa yang sifatnya adalah dalam rangka kita melakukan tes dari integritas dari staf kita," kata Sri Mulyani.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.