Komisi III DPR Bakal Konfrontasi Mahfud MD dengan Sri Mulyani soal Data Dugaan TPPU Rp349 Triliun

JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi III DPR bakal mengelar rapat lanjutan terkait dugaan transaksi mencurigakan sebesar Rp349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menjelaskan dalam rapat lanjutan nanti, Komisi III DPR bakal mengundang Menkeu Sri Mulyani.

Kehadiran Sri Mulyani sangat diperlukan lantaran data yang dijelaskan Menkopolhukam Mahfud MD di Komisi III DPR dengan data yang dipaparkan Menkeu Sri Mulyani di Komisi XI DPR terkait dugaan TPPU berbeda.

"Untuk menyinkronisasi hasil laporan yang dimiliki Pak Menko sebagai ketua Komite Nasional TPPU dengan Menkeu. Karena perbedaannya jauh," ujar Sahroni di gedung DPR, Rabu (29/3/2023).

Baca Juga: Beberkan Rincian Transaksi Janggal Rp349 Triliun di Kemenkeu, Mahfud MD: Dibagi ke dalam 3 Kelompok!

Terkait waktu Sahroni menjelaskan Komisi III DPR RI sedang mengatur jadwal agar rapat lanjutan terkait dugaan transaksi mencurigakan sebesar Rp349 triliun di lingkungan Kemenkeu bisa terlaksana dengan tiga institusi.

Selain Menkeu Sri Mulyani, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dan Menkopolhukam Mahfud MD juga hadir bersama-sama dalam rapat lanjutan. 

"Nah sinkronisasi ini akan kita gabungkan untuk sama-sama diinformasikan ke publik. Nanti setelah dikonfrontasi bersama dan ada TPPU maka kita rekomendasikan kepada aparta penegak hukum dari kepolisian, kejaksaan dan KPK. Kalau sekarang ini belum bisa," ujar Sahroni. 

Sebelumnya Menkopolhukam Mahfud MD menilai ada kesalahan data yang dijelaskan Menkeu Sri Mulyani saat rapat dengan Komisi XI DPR.

Baca Juga: Sebut Keterangan Menkeu di Komisi XI DPR Jauh dari Fakta, Mahfud: Bukan Dia Nipu, Tapi..

Menurut Mahfud, ada kemungkinan Sri Mulyani tidak mendapt akses langsung terkait laporan hasil analisis PPATK tekait dugaan TPPU di lingkungan Kemenkeu.

"Saya percaya Bu Sri Mulyani Menkeu terbaik, tetapi akses dari bawah tidak masuk," ujar Mahfud saat rapat bersama Komisi III DPR.