JAKARTA, KOMPAS.TV - Pembentukan kolegium kedokteran hingga penerbitan surat izin praktik oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dinilai terlalu memonopoli dunia kesehatan nasional.
Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Pemerhati Pendidikan Kedokteran dan Pelayanan Kesehatan Judilherry Justam dalam forum dengar pendapat RUU Kesehatan yang digelar RSUP Persahabatan dan Kementerian Kesehatan, Senin (27/3/2023).
”Ini tidak bisa digabung, kolegium itu harus terpisah dan independen, jadi check and balance dengan IDI. Lalu KKI, bagaimana mungkin mereka yang diregulasi oleh KKI lalu merangkap menjadi KKI. Kami ingin anggota KKI dipilih pansel independen yang dibentuk menteri atau presiden, seperti KPU, KPK, atau Komisi Yudisial,” kata Judilherry dikutip dari Kompas.id.
”IDI juga dapat kewenangan mengeluarkan rekomendasi untuk mendapatkan surat izin praktik (Pasal 38 Ayat 1 Huruf c). Maaf saja ini, tidak ada di dunia ini organisasi profesi memberikan rekomendasi, izin praktik itu haknya pemerintah di mana-mana,” tambahnya.
Baca Juga: Jerinx Tersangka Pencemaran Nama Baik Ikatan Dokter Indonesia
Menurut Judilherry, kewenangan IDI terlalu banyak dalam UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Misalnya, Pasal 1 Angka 13 berbunyi pembentukan kolegium kedokteran Indonesia adalah badan yang dibentuk oleh organisasi profesi (IDI). Menurut Judilherry, hal itu tak relevan karena kolegium mengurus pendidikan kedokteran, bukan profesi dan pelayanan kedokteran.
”Jadi, IDI telah memonopoli kehidupan kedokteran dari hulu sampai ke hilir,” ucapnya.
Judilherry meminta RUU Kesehatan yang tengah dibahas pemerintah saat ini diharap bisa mengembalikan sederet kewenangan tersebut sesuai porsinya.
Kewenangan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan harus lebih besar dari organisasi profesi.
IDI juga diminta untuk transparan terhadap laporan keuangannya sebagai pertanggungjawaban organisasi profesi yang mengumpulkan dana dari anggota.
Baca Juga: Ikatan Dokter Indonesia Apresiasi Kinerja Polisi Disiplin Penegakan Hukum
Dikutip dari sumber yang sama, Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) PB IDI Beni Satria membantah pihaknya memonopoli dunia kesehatan nasional.
Katanya, IDI hanya menjalankan amanat UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
PB IDI akan sangat terbuka terhadap semua masukan dalam perumusan UU dengan metode omnibus law ini.
”Pemerintah boleh mengambil peran di sana untuk mengawasi penyelenggaraan. RUU Kesehatan ini harus menjadi UU yang berlaku bukan hanya untuk profesi, melainkan harus memberikan perlindungan kepada masyarakat dan orang-orang yang memberikan pelayanan kesehatan,” kata Beni.
Baca Juga: Kontroversi Berenang Bisa Hamil ala KPAI, Begini Kata Ikatan Dokter Indonesia
Sumber : Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.