MOSKOW, KOMPAS.TV - Presiden Rusia, Vladimir Putin melakukan serangan ke Amerika Serikat (AS) terkait peledakan pipa gas Nord Stream.
Ia setuju dengan klaim bahwa agen khusus Negeri Paman Sam itu terlibat dalam peledakan pipa Nord Stream pada September lalu.
Sebelumnya, seorang jurnalis investigasi terkenal AS, Seymour Hersh mengungkapkan keterlibatan pasukan AS dalam peledakan itu.
“Jurnalis Amerika, yang sekarang terkenal di seluruh dunia, meluncurkan investigasi, dan seperti yang kita tahu membuat kesimpulan bahwa ledakan pipa gas diorganisir oleh agen khusus AS,” kata Putin dilansir dari TASS, Minggu (26/3/2023).
Baca Juga: Kisah Ulama Muslim di Ukraina, Pimpin Salat Jumat Hingga Terjun ke Medan Perang
“Saya sangat setuju dengan kesimpulan tersebut,” lanjut sang presiden.
Putin pun merasa yakin bahwa kebenatran mengenai peledakan pipa gas Nord Stream tersebut akan terungkap.
“Saya percaya bahwa akan sulit mencapai hal ini (kebenaran tentang insiden Nord Stream), tetapi suatu hari nanti mungkin akan terungkap dengan pasti apa yang telah dilakukan dan bagaimana,” kata Putin.
Pada 27 September 2022, pipa gas Nord Stream AG melaporkan kerusakan yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang terdapat pada tiga jalur pipa Nord Stream, sehari sebelumnya.
Ahli seismologi Swediam mencatat dua ledakan di sepanjang jakurpipa Nord Stream pada 26 September 2022.
Pada 18 November 2022, Kantor Kejaksaan Swedia, bahwa ledakan di sepanjang jalur pipa tersebut merupakan tidakan sabotase.
Baca Juga: Peraturan Unik Arab Saudi saat Ramadan, Hanya Boleh Minum 15 Cangkir Kopi Usai Buka Puasa
Sementara itu, Kantor Kejaksaan Agung Rusia membuka kasus pidana atas tuduhan terorisme internasional terkait peledakan pipa gas Nord Stream.
Sedangkan Hersh pada artikelnya yang terbit 8 februari lalu, mengungkapkan nbahan peledak dipasang di popa gas Nord Stream 1 dan 2 oleh penyelam Angkatan Laut (AL).
Mereka melakukannya dengan bantuan dari spesialis Norwegia, di bawah penyamaran dari latihan BALTOPS, Juni lalu.
Artikel tersebut mengutip dari sumber yang tak diidentifikasikan bahwa Presiden AS, Joe Biden secara pribadi memerintahkan operasi itu setelah menjalani diskusi dengan pejabat pemerintahannya selama sembilan bulan, terkait masalah keamanan.
Sumber : TASS
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.