JAKARTA, KOMPAS.TV - Literasi adalah kemampuan untuk membuka jendela pengetahuan. Komponennya pun terdiri dari aktivitas yang telah diajarkan sejak duduk di bangku sekolah dasar, yaitu membaca, menulis, dan mendengarkan.
Komponen tersebut merupakan pondasi utama yang harus dimiliki oleh seseorang. Pasalnya, melalui kemampuan itu, kita bisa mengembangkan diri untuk meraih cita-cita. Begitu pula dengan Maman Suherman.
Dalam siniar Beginu episode “Maman Suherman, Insan yang Berpustaka” melalui tautan dik.si/BeginuMamanP1, Kang Maman mengaku sangat terbantu untuk menjembatani anak-anak yang masih awam dengan pengetahuan baru.
Kang Maman dikenal sebagai penulis duologi novel, yaitu Re: dan PeREmpuan. Kedua novelnya ini merupakan alih wahana skripsinya yang membahas isu kekerasan seksual. Melalui bukunya, ia mengaku bisa menjelaskan isu ini kepada siswa-siswa di pesantren.
Baca Juga: Foto Jurnalistik: Sebuah Cara Menulis dengan Cahaya
Pria lulusan Kriminologi UI ini pun menambahkan, “Jadi, dengan berdialog. (Saya) mengajak siswa-siswa, santri-santri berani berbicara kalau melihat sesuatu yang dianggap siapa pun pasti tak setuju dengan hal ini (kekerasan seksual).”
Menurutnya, jika dilakukan secara frontal, topik sensitif ini akan sulit berterima di lingkungan pesantren yang cenderung masih tertutup. Kang Maman pun menyiasatinya dengan melakukan bedah buku dan memberikan pesan atau nilai-nilai yang terdapat dalam bukunya tersebut.
Harapannya pun tak muluk-muluk, ia hanya ingin agar semua orang bisa saling menghargai. Jadi, meski belum ada kemampuan untuk membantu, melalui literasi orang-orang diharapkan lebih peduli terhadap kehidupan orang-orang di sekitar, khususnya kaum minoritas seperti PSK.
Bagi Kang Maman, buku memiliki makna yang sangat mendalam. Semasa kecil, ia adalah anak kecil yang tak mampu membeli buku. Bahkan, ia pun tak luput dari ejekan teman-temannya. Tak menyerah, Maman kecil pun berupaya menjual es lilin untuk bisa membeli buku.
Dari situ, ia pun memiliki harapan; jangan sampai ada orang yang bernasib sama seperti dirinya. Sayangnya, tak semua wilayah beruntung mendapat akses yang mudah. Saat sedang mengikuti gerakan literasi ke seluruh Indonesia, ia bertemu dengan anak asal Sulawesi yang menatap nanar teman-temannya.
Baca Juga: Makna Desa yang Menginspirasi Singgih Susilo
Kang Maman menggambarkan anak itu berdiri dengan buku yang terbalik, “Saat melihat saya, dia sudah mau nangis. Dia seperti bilang ‘Jangan dibuka dong kalau saya gak bisa baca’.”
Saat suasana mulai hening, ia pun mulai mendekati sang anak. Selang beberapa tahun kemudian, Kang Maman pun bertemu lagi dengan anak itu. Bahkan, ia pun sampai memeluk kaki Kang Maman saking bahagianya bisa membaca.
Perjalanan lainnya juga Kang Maman rasakan saat menginjak Bumi Cenderawasih. Ia menuturkan, “Saya melihat anak-anak yang dikasih buku itu matanya berbinar surga. Dia itu memeluk. Bahkan kalau saya ke Papua, dia jerit-jerit sampai nangis.”
“Itu makin membuat saya, “Udah, memang ini dunia saya. Memang bukulah yang harus saya hidupi, cintai, dan jaga ekosistemnya. Dan, memberi dampak pada lingkungan.””
Meski begitu, berkutat di bidang penulisan pun tak mudah apalagi saat pandemi menghadang. Lantas, bagaimana usaha Kang Maman dan para penjual buku dalam mengembalikan ekosistem? Dan, bagaimana situasi literasi saat ini?
Temukan jawabannya melalui perbincangan lengkap Kang Maman dan Wisnu Nugroho dalam siniar Beginu episode “Maman Suherman, Insan yang Berpustaka” melalui tautan dik.si/BeginuMamanP1 di Spotify.
Di sana, ada banyak kisah dari para tokoh inspiratif yang mampu memberikan perspektif baru untuk hidupmu. Tunggu apalagi? Yuk, ikuti siniar Beginu dan akses playlist-nya di YouTube Medio by KG Media agar kalian tak tertinggal tiap ada episode terbarunya!
Penulis: Alifia Putri Yudanti dan Ristiana D. Putri
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.