MUNICH, KOMPAS.TV - Semakin mesranya hubungan China dan Rusia membuat Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg semakin tegang dan khawatir.
Ia pun mengingatkan negara-negara yang percaya terhadap demokrasi dan kebebasan, untuk bersatu menghadapi kekuatan "kediktatoran".
Rusia mendapatkan hujatan dan diposisikan sebagai lawan NATO dan Barat setelah melakukan serangan ke Ukraina.
Sementara itu, China mencoba memposisikan diri sebagai pihak netral, tetapi di saat yang sama memperdalam hubungan dengan Rusia.
Baca Juga: Presiden Belarusia Sebut Tak akan Kirim Tentara ke Ukraina, kecuali Diserang Lebih Dulu
Beijing juga tidak mengecam invasi yang dilakukan Rusia ke Ukraina.
Berbicara di sela-sela Konferensi Keamanan Munich, Jumat (17/2/2023), Stoltenberg mengungkapkan NATO mengikuti dari dekat hubungan China dan Rusia yang semakin kuat dan meningkat.
Ia mengatakan kedua negara tersebut melakukan latihan militer besama, baik di angkatan laut (AL) dan patroli udara.
“Saat kekuatan kediktatoran semakin dekat dan bekerja kian dekat bersama, akan semakin penting bagi kita semua yang percaya dengan demokrasi dan kebebasan, berdiri bersama dengan NATO, dan dengan rekan kami di seluruh dunia,” kata Stoltenberg, dikutip dari Al-Arabiya.
Baca Juga: 6 Orang Tewas dalam Penembakan Massal di AS, Salah Satunya Mantan Istri Pelaku
Dia juga mengatakan saat ini Beijing tengah memperhatikan dari dekat perang yang terjadi di Ukraina.
“Jika Presiden (Vladimir) Putin menang di sana, itu akan berdampak pada kalkulasi dan keputusan yang mereka buat di Beijing,” tambahnya.
Perang Rusia di Ukraina telah menimbulkan ketakutan Barat bahwa China akan mencoba cara yang sama dengan Taiwan.
Kepulauan tersebut memiliki pemerintahan demokratik sendiri, namun Beijing terus mengeklaim Taiwan merupakan bagian dari China.
Sumber : Al-Arabiya
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.