JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menuding penyidik Polresta Bogor tidak profesional dalam proses penanganan kasus kekerasan seksual yang dialami pegawai Kementerian Koperasi, Usaha Kecil, dan menengah (Kemenkop UKM).
Apalagi, dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bogor mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan tiga orang tersangka kasus kekerasan seksual pegawai perempuan Kemenkop UKM.
Lewat putusan tersebut, maka status tersangka kasus kekerasan seksual terhadap ketiganya menjadi gugur.
Mahfud lantas meminta kasus pemerkosaan pegawati Kemenkop itu dibuka lagi seraya meminta Propam Polri memeriksa penyidik kasus tersebut.
"Rakor tadi meminta Divisi Propam Polri untuk melakukan pemeriksaan terhadap penyidik Polresta Bogor yang menangani perkara ini yang sejak awal sangat tidak profesional," kata Mahfud dalam video pernyataan pers yang dirilis Rabu malam (19/1/2023).
Baca Juga: Mahfud MD: Tidak Ada di Dunia Ini, Negara yang Menangkap Para Koruptor Lebih Besar dari Indonesia
Mahfud menjelaskan setidaknya ada dua alasan mengapa Rakor Kemenkopolhukam meminta pemeriksaan terhadap penyidik Polresta Bogor tersebut.
Pertama karena telah mengeluarkan surat penghentian penyelidikan perkara (SP3) dengan dua surat yang berbeda ke alamat berbeda disertai alasan berbeda.
"Yang pertama surat pemberitahuan SP3 kepada jaksa menyatakan perkara di-SP3 karena restorative justice, tetapi surat pemberitahuan kepada korban menyatakan SP3 dikeluarkan karena tidak cukup bukti. Satu kasus yang sama diberi alasan yang berbeda kepada pihak yang berbeda," katanya.
Padahal, lanjut Mahfud, pernyataan bahwa restorative justice atau keadilan restoratif telah dilaksanakan sekalipun sudah menyalahi aturan yang berlaku saat kasus terjadi, yakni Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019.
"Menurut Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019, yakni di dalam pasal 12 yang berlaku ketika kasus ini diproses, bahwa kasus-kasus yang bisa diberi restorative justice adalah kasus yang kalau diberi restorative justice tidak menimbulkan kehebohan, tidak meresahkan di tengah-tengah masyarakat, dan tidak mendapat penolakan dari masyarakat," terangnya.
"Syarat ini tidak dipenuhi," ujar Mahfud.
Selanjutnya, alasan kedua permintaan Rakor Kemenkopolhukam agar Polri memeriksa penyidik Polresta Bogor adalah karena yang bersangkutan memberikan penjelasan yang oleh hakim praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Kota Bogor.
Ditambah, hal itu dijadikan dasar bahwa pencabutan SP3 hanya berdasarkan hasil rakor di Kemenkopolhukam.
Sumber : Kompas TV/Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.