JAKARTA, KOMPAS.TV - Wakil Ketua Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI Jakarta Nurjaman buka suara terkait adanya petisi yang meminta sistem kerja dari rumah atau work from home (WFH) kembali diberlakukan.
Hingga kini, Senin (9/1/2023) pagi pukul 08.00 WIB, petisi di change.org berjudul "Kembalikan WFH, Sebab Jalanan Macet, Polusi dan Bikin Tidak Produktif" oleh Riwaty Sidabutar itu sudah mendapat 21.724 dukungan.
Nurjaman mengatakan untuk membuat kebijakan WFH 100 persen kini sulit diterapkan kembali. Sebab, perekonomian pasca-meredanya pandemi Covid-19 sudah mulai bangkit.
Baca Juga: Lebih dari 19 Ribu Orang Tandatangani Petisi Kembalikan WFH, Ini Tanggapan Pengamat Transportasi UGM
Selain itu, kebijakan bekerja di kantor atau work from office (WFO) penuh mulai diterapkan sejak dicabutnya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) oleh Presiden Joko Widodo.
”Dulu, ada WFH karena ada pembatasan dan enggak ada pekerjaan yang bisa dilakukan di kantor di banyak sektor. Pekerjaan, seperti di industri, itu sambung-menyambung antara satu dan yang lainnya, dari orang ke orang, divisi ke divisi. Mayoritas enggak bisa WFH,” ujar Nurjaman, dikutip dari Kompas.id, Senin (9/1/2023).
Sementara itu, Wakil Ketua Perhimpunan Manajemen Sumberdaya Manusia (PMSM) Indonesia Bambang Yapri mengatakan, sejumlah sektor industri masih mampu menerapkan WFH pada pekerjanya selepas pandemi, seperti industri yang mampu beradaptasi dengan teknologi.
Kendati demikian, lanjut Bambang, bagi perusahaan di bidang manufaktur dan jasa kebijakan WFH menjadi kendala.
Bambang mengatakan, sistem kerja hibrida yaitu campuran antara WFH dan WFO mungkin bisa menjadi salah satu alternatif.
Baca Juga: Pengamat Transportasi Sebut WFH Bukan Solusi Atasi Kemacetan Jakarta, Ini Alasannya
Hal ini, berdasarkan survei yang pernah Bambang lakukan di masa pandemi. Hasilnya mayoritas pekerja mempertimbangkan pola kerja hibrida, dengan fleksibilitas untuk bekerja di rumah atau di kantor.
”Kini kecenderungan mungkin tidak akan bisa 100 persen WFH atau WFO, tetapi hibrida. Ada fungsi-fungsi yang bisa kerja dari rumah, ya dikelola secara WFH. Ada yang harus hadir ke kantor, tetap WFO. Jadi, tinggal bagaimana perusahaan mengelola pekerjaan karyawan dengan budayanya,” tuturnya.
Dari survei yang dilakukan Bambang, sebagian pekerja memilih tetap bekerja di kantor karena bekerja di rumah tidak kondusif, entah karena tidak mudah mengelola waktu dengan anak atau keluarga.
Selain itu, kurangnya kenyamanan tempat tinggal dan minimnya fasilitas pendukung kerja juga menjadi salah satu alasan.
Adapun di sisi perusahaan, WFH juga jadi tantangan karena menyulitkan dalam menyamakan budaya kerja yang diharapkan.
Sumber : Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.