JAKARTA, KOMPAS TV - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin mengatakan, sistem pemilu proporsional tertutup disukai oleh partai politik (parpol) yang memiliki tradisi sedikit otoriter.
Sistem tersebut memungkinkan seorang calon legislator yang berjiwa oportunis, elitis dan tidak mampu berkomunikasi dengan publik, memiliki peluang terbesar bagi karir politiknya.
Baca Juga: Ditolak 8 Fraksi di DPR, Ini Perbedaan Pemilu Proporsional Tertutup dan Terbuka
"Bagi parpol yang punya tradisi komando yang kuat dan sedikit otoriter, sistem ini lebih disukai," kata Yanuar dalam keterangan tertulis, Rabu (4/1/2022).
Menurut dia, ini ada gejala aneh di tengah persiapan pemilu 2024, lalu ada yang mempersoalkan sistem pemilu proporsional terbuka diganti menjadi proporsional tertutup yang memunculkan istilah 'membeli kucing dalam karung'.
"Tidak tanggung-tanggung, usul ini dimajukan melalui Judicial Review di Mahkamah Konstitusi. Kita semua masih ingat. Sistem proporsional tertutup digunakan sepanjang pemilu jaman Orde Baru."
"Apa yang terjadi? Rakyat tidak kenal calon yang akan mewakilinya, di TPS para pemilih seperti membeli kucing dalam karung, kedaulatan pemilih dikubur oleh kedaulatan partai dan kegairahan politik hanya milik segelintir pengurus partai," ujarnya.
Ia mengakui bila sistem proporsional terbuka pun tak sempurna. Sebab hasil dari sistem tersebut membuat menguatnya pragmatisme caleg dan pemilih, biaya mahal, politik uang marak, muncul tokoh-tokoh baru non kader partai.
"Kerumitan dalam pemungutan dan penghitungan suara, kompetisi yang tidak sehat bahkan diantara sesama caleg partai, hingga terabaikannya kualitas caleg yang terpilih."
"Namun semua itu haruslah dipahami sebagai proses belajar demokrasi yang sedang berjalan. Pada akhirnya semua pihak akan menemukan titik keseimbangan yang alami untuk bersama-sama mengerem laju pertumbuhan negatif dari demokrasi," ujarnya.
Politikus PKB itu menyebut, jika mobil direm secara paksa dan mendadak pastilah menimbulkan kegoncangan bagi para penumpangnya. Bahkan bisa timbulkan kecelakaan yang fatal.
"Boleh juga disebut, mereka yang ingin mengembalikan sistem pemilu ke arah tertutup sama saja dengan pembawa musibah dan kecelakaan. Apalagi jika Mahkamah Konstitusi turut melegalisasi sistem tertutup ini, maka berarti Mahkamah Konstitusi sudah terjebak dalamparpol konspirasi ini."
"Janganlah main-main dengan soal yang satu ini. Kita semua sudah berinvestasi besar untuk menumbuhkan kegairahan dan partisipasi politik rakyat, memperkuat hubungan timbal balik antara rakyat dan wakilnya, serta membangun budaya kompetisi yang masih terukur," katanya.
Baca Juga: Sekjen PDIP Nilai Sistem Proporsional Terbuka dalam Pemilu Dapat Ciptakan Kapitalisasi Politik
Ia menambahkan, oligarki politik relatif mendapatkan hambatan untuk tumbuh melalui sistem proporsional terbuka ini.
"Sistem proporsional terbuka juga telah memberi peluang kepada segenap warga negara untuk berkarir dalam politik, apapun latar belakangnya. Hak asasi atas karir pribadi ini juga harus dijamin oleh parpol, tidak boleh dirampas atas nama kaderisasi belaka," katanya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.