SURAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Surakarta GKR Wandansari Koes Moertiyah atau Gusti Moeng mengungkapkan bahwa geger Keraton Solo yang terjadi pada Jumat (23/12/2022) lalu dipicu dari pelanggaran kesepakatan.
"Sebenarnya semua ini dipicu dari kesepakatan yang dilanggar," kata Gusti Moeng di Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Senin (26/12/2022).
Ia menerangkan, pihaknya bermaksud membuka pintu Keraton Solo agar seluruh masyarakat dan sentono dalem atau kerabat raja bisa melihat langsung situasi keraton yang sudah ditutup selama lima tahun.
"Kami membuka pintu seluruhnya, supaya akses itu bisa dimasuki, atau semua masyarakat, terutama sentono dalem atau kerabat itu bisa melihat langsung situasi keraton yang sudah lima tahun ditutup, tanpa kita tahu sama sekali keadaannya," ucapnya.
Tindakan itu ia lakukan setelah terjadi peristiwa pencurian di dalam Keraton Solo yang dilaporkan oleh putri Pakubuwono XIII (PB XIII), GRAY Devi Lelyana Dewi, pada Rabu (21/12/2022).
"Setelah kami masuk, masalah pembantu yang dicekik maling, ternyata keadaannya sudah parah sekali bangunan-bangunan. Tapi waktu itu, terus ada penjagaan dari pihaknya Sinuwun (PB XIII) dan pihak kami (LDA)," kata Gusti Moeng.
Baca Juga: Gusti Moeng Ungkap Polisi Terlibat Geger Keraton Solo: Sering Jalankan yang Bukan Tupoksi
Setelah peristiwa pencurian itu, kata dia, hubungannya dengan PB XIII sebetulnya baik-baik saja, hingga pada Jumat (23/12) malam terjadi peristiwa yang menyebabkan sejumlah orang terluka.
"Tapi pada kenyataannya, pada dua hari yang lalu, saya kebetulan jaga dari pagi sampai maghrib, saya pulang maghriban, terus saya ditelepon sama Gusti Timur, bahwa terjadi pengusiran dan penggembokan lagi pintu-pintu itu, bahkan Yudhis sama Suryo (cucu PB XIII) itu digebukin, dan Mas Suryo itu sempat ditodong senjata oleh aparat," ujarnya.
Ia mengatakan, aparat yang telah berjaga di Keraton Solo selama lebih dari lima tahun itu beralasan menjalankan perintah PB XIII.
"Padahal saya tahu sinuwun posisinya sakit, enggak bisa bicara, enggak bisa jalan, dan saya malah yakin peristiwa ini nggak tahu, pasti ditutup," ujarnya.
Gusti Moeng menjabarkan, dirinya selaku ketua LDA tidak ingin mengganggu PB XIII yang kini bertakhta sebagai raja. Secara adat, kata dia, yang menjadikan raja itu sesuai peraturan adat adalah LDA.
"Beliau adalah anak laki-laki tertua dari Pakubuwono XII. Tidak mungkin saya mau mengganggu dia, atau saya sebagai ketua Lembaga Dewan Adat mau menurunkan beliau, nggak mungkin, kalau begitu saya juga melanggar adat," ujarnya.
"Tapi yang paling utama yang saya jalankan adalah menjaga adat ini," kata dia.
Keadaan PB XIII yang saat ini sedang sakit, kata dia, dimanfaatkan oleh oknum-oknum dari luar Keraton Solo yang tidak mengetahui adat-istiadat Kasunanan Surakarta.
Baca Juga: Geger Keraton Solo, 6 Orang Dirawat di Rumah Sakit Bakal Lapor Polisi: Rata-rata Luka di Kepala
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.