JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar usulan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan agar KPK tidak sering melakukan operasi tangkap tangan atau OTT karena bisa menjadikan Indonesia dipandang jelek, tidak disalahartikan.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menilai, tidak ada yang salah dengan usulan tersebut. Menurutnya, Luhut meyakini digitalisasi di berbagai sektor akan membuat OTT tidak terjadi lagi.
"Kalau menurut saya, sudah benar yang disampaikan Pak Menko. Jadi jangan disalahartikan maksud beliau, dengan tidak perlu lagi ada tindakan tangkap tangan," ujar Johanis melalui pesan singkat, Rabu (21/12/2022).
Johanis yang baru dilantik pada 28 Oktober 2022 sebagai Wakil Ketua KPK ini mengakui, tidak menutup kemungkinan digitalisasi dapat menutup celah niat seseorang untuk melakukan tindak pidana korupsi.
Baca Juga: Jubir Luhut Klarifikasi soal OTT Bikin RI Jelek: Kalau Sistemnya Diperbaiki, Orang Tidak Terjerumus
Menurutnya, usulan tersebut perlu dipertimbangkan sebagai pencegahan agar Indonesia benar-benar terbebas dari korupsi.
Namun, usulan tersebut perlu juga dibarengi dengan pembenahan birokrasi. Sebab, jika masih ada celah untuk korupsi, birokrasi belum baik.
"Kalau banyak yang kena T3 (tindak tangkap tangan), berarti birokrasi masih belum bagus. Untuk itu beliau mengharapkan, dengan menggunakan digitalisasi di birokrasi, diharapkan tidak ada lagi T3," ujar Johanis.
Terpisah, juru bicara KPK Ali Fikri menjelaskan, tugas KPK tidak melulu soal penindakan, tetapi juga ada upaya pencegahan atau pun pendekatan pendidikan antikorupsi.
Baca Juga: Deretan Pernyataan Kontroversial Luhut Pandjaitan, OTT KPK hingga 110 Juta Warga Dukung Tunda Pemilu
Firki mencontohkan ketika ada kasus tangkap tangan yang dilakukan kepala daerah dengan modus perizinan, pengadaan barang dana jasa, jual beli jabatan, maupun pengelolaan anggaran.
KPK intens melakukan pendampingan kepada seluruh pemerintah daerah, baik pada eksekutif maupun legislatif sebagai upaya pencegahan. Di antaranya melalui instrumen Monitoring Centre for Prevention (MCP) atau Pusat Pemantauan untuk Pencegahan.
Selain itu, KPK mengidentifikasi setiap titik rawan yang ada di pemerintah daerah melalui Survei Penilaian Integritas (SPI).
"Dari temuan itu, KPK kemudian mendorong dan memonitor upaya-upaya pencegahannya, agar tidak terjadi tindak pidana korupsi di wilayah maupun di sektor tersebut," ujar Fikri dalam pesan tertulisnya, Rabu (21/12/2022).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.