JAKARTA, KOMPAS.TV – Perkara tentang pemberitaan tidak akan menggunakan pasal yang ada di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tetapi mengikuti mekanisme di Undang-Undang Pers.
Penjelasan itu disampaikan oleh Taufik Basari, Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, dalam Satu Meja The Forum, Kompas TV, Rabu (7/12/2022), menanggapi kekhawatiran pers dapat dijerat dengan pasal penyebaran berita bohong.
Taufik mengatakan, penyebar berita bohong harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara pidana.
“Jelas, ketika kemudian ada penyebaran berita bohong, yang kemudian berakibat pada kerusuhan, menurut saya harus ada pertanggungjawaban pidananya,” kata Taubas, sapaan akrabnya.
Namun, dalam konteks pers atau pemberitaan, ada aturan berupa undang-undang yang bersifat lex specialis atau khusus, yakni undang-undang tentang pers.
Baca Juga: Dewan Pers Sayangkan Pengesahan UU KUHP: Ancam Kemerdekaan Pers dan Demokrasi
“Dalam konteks pers, kita kan ada lex specialis, ada Undang-Undang Pers, yang memang diakui dalam KUHP baru kita ini,” tegasnya.
“Yang nanti akan ikut dengan mekanisme dan prosedur dalam Undang-Undang Pers.”
Menjawab pertanyaan Budiman Tanuredjo, pembawa acara Satu Meja The Form, tentang untuk apa pasal itu dibuat, Taubas menyebut, pasal itu dibuat untuk menjerat orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
“Agar jangan ada orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang yang punya niat jahat, untuk menyebarkan berita bohong, yang pada akhirnya menimbulkan kesalahpahaman dan kerusuhan.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.