JAKARTA, KOMPAS.TV - DPR pun akhirnya menyetujui Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pindana (RKUHP) menjadi undang-undang.
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly mengatakan pengesahan ini menjadi momen bersejarah karena selama 104 tahun Indonesia menggunakan KUHP buatan Belanda.
Yasonna menegaskan dengan pengesahan RKUHP menjadi UU ini, pemerintah tidak bermaksud membungkam kritik masyarakat.
Sementara Ketua Komisi III DPR, Bambang Wuryanto mengakui RKUHP yang disahkan masih jauh dari sempurna.
Bambang menjelaskan, jika masyarat masih kurang setuju dengan RKUHP mereka dipersilahkan menempuh jalur hukum.
Di depan Gedung DPR, massa dari Koalisi Masyarakat Sipil berunjuk rasa menolak pengesahan RKUHP.
Mereka membawa peralatan kemping untuk berkemah.
Pengacara Publik LBH Jakarta, Citra Referendum mengatakan masih banyak pasal yang dinilai anti demokrasi salah satunya pasal penyerangan harkat dan martabat presiden- wakil presiden.
Sejumlah LSM mengungkap ada pasal-pasal yang dianggap bermasalah di RKUHP.
KUHP yang baru akan mengalami masa transisi 3 tahun dan berlaku efektif pada 2025.
DPR sudah mengesahkan RKUHP menjadi undang-undang namun kalangan LSM menilai masih ada pasal-pasal yang bisa digunakan untuk membungkam masyarakat.
Bagaimana pemerintah memastikan kuhp yang baru tidak digunakan untuk mengekang kebebasan sipil?.
Kita tanyakan kepada Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej dan Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Bivitri Susanti.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.