ANKARA, KOMPAS.TV - Data global terbaru menunjukkan 50 juta orang hidup dalam perbudakan modern tahun 2021, di mana 2,3 juta di antaranya adalah anak-anak.
Melansir kantor berita Anadolu, Kamis (1/12/2022), laporan tersebut bertepatan dengan Hari Internasional Penghapusan Perbudakan.
"Di antara orang-orang ini, 28 juta orang melakukan kerja paksa dan 22 juta terjebak dalam perkawinan paksa," demikian laporan bersama yang dirilis pada September oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), dan lembaga nirlaba Walk Free.
Laporan berjudul "Global Estimates of Modern Slavery" itu juga menyebut, dalam lima tahun terakhir, jumlah orang yang terjebak dalam perbudakan modern meningkat signifikan.
Ada 10 juta lebih banyak orang dalam perbudakan modern tahun 2021 dibandingkan tahun 2016, menurut laporan yang mengacu pada perkiraan global tersebut.
Baca Juga: Pengakuan Duta Besar RI: Pekerja Indonesia di Malaysia Alami Perbudakan Modern
Perbudakan modern terdiri dari dua komponen utama, yaitu kerja paksa dan perkawinan paksa.
Keduanya merujuk pada situasi eksploitasi yang tidak dapat ditolak atau ditinggalkan seseorang karena adanya ancaman, kekerasan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, atau bentuk pemaksaan lainnya.
"Perempuan dan anak perempuan mencapai 11,8 juta dari total pekerja paksa. Lebih dari 3,3 juta pekerja paksa adalah anak-anak," kata laporan tersebut.
Lebih dari dua pertiga dari mereka yang dipaksa menikah adalah perempuan, yang setara dengan sekitar 14,9 juta perempuan dan anak perempuan di seluruh dunia.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadopsi undang-undang yang bertujuan untuk memberantas bentuk-bentuk perbudakan kontemporer, seperti perdagangan manusia, eksploitasi seksual, pekerja anak, dan pernikahan paksa pada 2 Desember 1949, yang selanjutnya diperingati setiap tahun sebagai Hari Internasional Penghapusan Perbudakan.
Sumber : Kompas TV/Anadolu
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.