PARIS, KOMPAS.TV - Seorang pria dipecat karena dianggap bukan sosok menyenangkan. Namun, akhirnya menang pada gugatan di pengadilan.
Pengadilan di Prancis menegaskan pria yang dipecat dari tempat kerjanya tersebut memiliki hak menjadi membosankan seperti yang diinginkannya.
Pada 2015, sebuah manajemen konsultan Prancis, Cubik Partners, yang berbasis di Paris, memecat Tuan T, yang namanya tak disebutkan karena alasan pribadi.
Pemecatan itu dilakukan, karena Tuan T dianggap sulit bekerja sama, pendengar yang buruk dan membosankan.
Baca Juga: Hari Ini 1 Desember Hari AIDS Sedunia, tentang Penghormatan dan "Ketidaksetaraan Berbahaya"
Apa yang dimaksud perusahaannya adalah Tuan T tak pergi keluar dengan rekan kerjanya setelah bekerja sebagai bagian dari pendekatan menyenangkan perusahaan untuk pembangunan tim.
Di sisi lain, pekerja tersebut mengklarifikasi bahwa ia hanya menolak untuk secara paksa mengambil bagian, seperti mengonsumsi alkohol dalam jumlah besar dan bahkan berbagi tempat tidur dengan rekan kerjanya setelah bekerja.
Dikutip dari The Oddity Central, Senin (28/11/2022), setelah dipecat karena ketidakmampuan profesional, Tuan T menggugat perusahaan itu ke pengadilan.
Ia beragumen dirinya dipecat karena perusahaan menggambarkan dirinya sebagai sosok karyawan tak menyenangkan, dan itu adalah ilegal.
Setelah bertahun-tahun melakukan pertarungan hukum, pengadilan tinggi mengabulkan permintaan karyawan yang dipecat tersebut.
Pada keputusannya, pengadilan menyatakan bahwa perusahaan konsultan tak memiliki hak membuat siapa pun secara paksa berpartisipasi dalam seminar dan minum-minum akhir pekan, yang sering berakhir dengan konsumsi alkohol berlebihan, didorong oleh rekanan yang menyediakan alkohol dalam jumlah besar.
Baca Juga: Mantan Presiden China Jiang Zemin Meninggal, Bendera Setengah Tiang Dikibarkan Hingga Pemakaman
Putusan pengadilan juga menyatakan Cubik Partners terlibat dalam praktik-praktik yang memalukan dan mengganggu mengenai privasi.
Mereka menjabarkan hal itu seperti tindakan seksual yang disimulasikan, kewajiban untuk berbagi tempat tidur dengan rekan kerja selama seminar, penggunaan nama panggilan untuk orang tertentu, dan menggantung foto di kantor yang dibuat-buat.
Selain secara hukum memiliki hak untuk menolak pesta, Tuan T juga berhak atas pembayaran sebesar 3.000 dolar AS atau setara Rp46 juta.
Ia menuntut ganti rugi tambahan sebesar 473.000 dolar AS (Rp7,3 miliar) dari mantan perusahaan, yang akan diputuskan oleh pengadilan pada sidang lanjutan yang akan datang.
Sumber : Oddity Central
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.