JAKARTA, KOMPAS.TV- Jaksa Penuntut Umum (JPU) murka kepada Diryanto, asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo yang dihadirkan sebagai salah satu saksi kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice untuk Terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (3/11/2022).
Lantaran, JPU menduga saksi Diryanto berbohong saat memberikan keterangan dan ketawa-ketawa dalam merespons pertanyaan jaksa.
“Jangan bohong lah, jangan ketawa-ketawa, terlalu lancang,” ucap Jaksa, seperti dikutip dari program Breaking News Kompas TV.
Dalam kesempatan tersebut, Jaksa kemudian menekankan kepada Diryanto untuk berpikir sebelum memberikan keterangan agar tidak terjebak.
“Pikirkan dulu, jangan nanti salah, kejebak nanti,” ujar Jaksa.
Baca Juga: Saksi Afung Gelagapan Dicecar Hakim saat Ketahuan Sering Terima Order dari AKBP Acay
Jaksa merasa, keterangan yang disampaikan Diryanto atau Kodir soal CCTV di rumah dinas Ferdy Sambo seperti menghapal.
Sebab, kata Jaksa, Diryanto mengingat tanggal rusaknnya CCTV di rumah dinas Ferdy Sambo yang padahal kejadiannya sudah Juni 2022.
“Curiga kita, lancar-lancar banget saya lihat menjawab, sambil ketawa, seolah-olah sudah sesuai skenario jawaban saudara,” kata Jaksa.
“Di penyidik boleh-boleh saja, logika berpikir hebat banget otakmu, bisa sampai langsung (ingat tanggal CCTV rusak) 3 bulan lalu.”
Untuk diketahui, Diryanto, ART Ferdy Sambo diperiksa sebagai saksi untuk Terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria.
Sebagai informasi, dalam kasus ini Terdakwa Brigjen Hendra Kurniawan dan Terdakwa Kombes Agus Nurpatria diancam dengan pasal yang sama dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice.
Baca Juga: Saksi Afung Mendadak Lupa, Saat Hakim Tanya Kenapa Bukti Pembayaran DVR atas Nama Indra Wijaya
Pertama, Primair: Pasal 49 jo. Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsidair: Pasal 48 jo. Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atau Kedua Primair: Pasal 233 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Subsidair: Pasal 221 ayat (1) ke-2 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal 49 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU 19 Tahun 2016 merupakan perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 berbunyi: “Hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar atas perbuatan mengganggu kinerja sistem elektronik.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.