JAKARTA, KOMPAS.TV - Nahdlatul Ulama (NU) selaku ormas Islam terbesar di Indonesia menolak digunakan sebagai kendaraan politik oleh siapapun. Ada satu kisah saat kader ditegur karena menggunakan kantor NU untuk kampanye presiden.
Hal itu diungkap Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ( Ketum PBNU) KH Yahya Cholil Staquf.
"Beberapa waktu lalu, misalnya, ada cabang melakukan kampanye presiden di kantor cabang, kami tegur untuk tidak diulangi lagi," ujar Gus Yahya, dalam dialog Satu Meja di KOMPAS TV, Rabu (2/11/2022)..
"Kalau sebagai pribadi, masing-masing mau terlibat silakan. Kalau mau jadi tim sukses mengandalkan jaringan pribadi terserah, tapi institusi NU tidak boleh," tegasnya.
Baca Juga: Dari Anies Baswedan sampai Ganjar, Ini Bakal Capres Terbaru dari Tiap Partai, Publik Punya Pilihan
Menurut Gus Yahya, semua pengurus NU yang hendak menjadi pengurus partai wajib mengundurkan diri terlebih dahulu.
"Jadi sudah ada panduan yang rinci, misalnya pengurus harian NU tidak boleh merangkap pengurus harian partai," ungkap Ketum PBNU itu.
"Harus mundur dulu, nggak boleh bergabung dengan parpol," Gus Yahya menegaskan.
Kendati demikian, pengurus NU masih diperbolehkan jika hanya menjadi aktivis partai saja, selama bukan pengurus.
"Itu sudah menjadi keputusan muktamar, bahwa NU harus mengambil jarak dari semua partai politik," terang Gus Yahya.
"Bahwa pengurus-pengurus NU pernah bentuk PKB, itu hal lain," ungkapnya.
Adapun menurut Ketum PBNU itu, PKB biarlah menjadi sejarah, sembari menekankan, "NU harus mempertahankan posisi yang sama dengan semua partai politik yang ada."
Baca Juga: Saat Gus Yahya Ketua PBNU Ditanya Bule: Kenapa Indonesia Tak Jadi Negara Islam Saja?
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.