JAKARTA, KOMPAS TV - Ketua Harian DPP Partai Gerindra menanggapi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengizinkan menteri tak perlu mundur dari jabatannya bila ingin maju sebagai peserta Pilpres 2024 mendatang.
Diketahui, Partai Gerindra telah mendeklarasikan ketua umum yang juga menjabat sebagai Menteri Pertahanan, yaitu Prabowo Subianto sebagai bakal capres di pesta demokrasi mendatang.
Baca Juga: MK: Menteri yang Mau Nyapres di Pilpres 2024 Tak Harus Mundur, Cukup Minta Izin ke Presiden
Menurut dia, dengan nantinya Prabowo maju sebagai capres tak akan mengggangu kinerjanya sebagai pembantu presiden.
"Masa kampanye itu cuma tiga bulan dan tidak setiap hari itu kampanye dilakukan secara fisik. Ada sebagian fisik ada sebagian virtual dan ada kalanya bisa cuti kampanye, dan bisa sambil kerja. Sehingga menurut kami tidak akan terlalu terganggu ya proses-proses pekerjaan menteri dan juga dalam menjalani tahapan Pemilu,” kata Dasco di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (1/11/2022).
Wakil Ketua DPR itu menyambut baik keputusan hakim konstitusi yang menjaga hak konstitusi dari setiap warga negara tersebut.
“Kami sambut baik putusan MK di mana menteri-menteri yang akan maju sebagai calon presiden bisa leluasa bertarung di kancah pemilu, tentunya dengan seizin presiden,” kata Dasco.
Sebelumnya, dilansir dari Kompas.id, Selasa (1/11/2022), keputusan itu diambil setelah MK mengabulkan permohonan yang diajukan oleh Partai Garuda yang mempersoalkan konstitusionalitas norma ketentuan Pasal 170 Ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pasal tersebut mengatur, pejabat negara yang maju sebagai calon presiden atau calon wakil presiden harus mengundurkan diri, kecuali presiden, wakil presiden, pimpinan dan anggota MPR, pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota.
Dalam penjelasan Pasal 170 Ayat (1) diatur bahwa menteri atau pejabat setingkat menteri termasuk dalam kategori pejabat negara yang harus mundur jika dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik sebagai capres ataupun cawapres. Pemohon mendalilkan, ketentuan tersebut diskriminatif sehingga bertentangan dengan Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945.
Atas permohonan itu, MK menyatakan ada pembedaan perlakuan konstitusional terhadap kedua rumpun jabatan, yakni rumpun jabatan karena pemilihan (presiden, wakil presiden, anggota legislatif, kepala daerah) dan rumpun jabatan karena pengangkatan (menteri dan lainnya).
Padahal, apabila ditinjau dari perspektif seorang warga negara yang mengemban jabatan tertentu, sejatinya pada diri orang tersebut melekat hak konstitusional sebagai warga negara untuk dipilih dan memilih. Dengan catatan, hak tersebut tidak dicabut oleh undang-undang ataupun putusan pengadilan.
Dalam pertimbangan yang dibacakan hakim konstitusi Arief Hidayat, Senin (31/10/2022), terlepas pejabat negara menduduki jabatan karena sifat jabatannya atas dasar pemilihan ataupun atas dasar pengangkatan, seharusnya hak konstitusionalnya dalam mendapatkan kesempatan untuk dipilih dan memilih tidak boleh dikurangi.
Baca Juga: Cak Imin Sebut Prabowo Capres, Ketua Harian Gerindra: Semoga Terwujud
MK menilai, adanya perlakuan yang berbeda terhadap menteri atau pejabat setingkat menteri sebagai pejabat negara harus mundur jika dicalonkan sebagai presiden atau wakil presiden menimbulkan pembatasan dalam pemenuhan hak konstitusional.
”Menurut Mahkamah, pembatasan dan pembedaan tersebut termasuk pula bentuk diskriminasi terhadap partai politik ketika mencalonkan kader terbaiknya sebagai calon presiden atau wakil presiden. Apalagi, hal tersebut dapat mencederai hak konstitusional partai politik dari perlakuan yang bersifat diskriminatif sebagaimana dijamin dan dilindungi oleh Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945,” ujar Arief.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.