JAKARTA, KOMPAS.TV - Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Hengki Haryadi mengungkapkan bahwa perempuan yang mencoba menerobos Istana Merdeka pada Selasa (25/10/2022) melakukan aksinya karena ingin bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Hasil pemeriksaan kami, tujuannya adalah ingin bertemu Pak Jokowi, ingin menyampaikan bahwa Indonesia ini salah, karena dasarnya bukan Islam, tapi ideologinya Pancasila," kata Hengki dilansir dari Antara.
Berdasarkan pemeriksaan, Hengki menerangkan bahwa Siti Elina, yang telah ditetapkan sebagai tersangka, diduga terhubung dengan kelompok yang menggaungkan radikalisme dan terorisme.
Oleh karena itu, penyidik Polda Metro Jaya juga bekerja sama dengan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri dalam mengungkap kasus ini.
Baca Juga: Todong Paspampres di Ring 1 Istana Merdeka, Siti Elina Curi Pistol Milik Pamannya yang Pensiunan TNI
Lebih lanjut, Densus 88 Antiteror Polri mengungkapkan bahwa Siti Elina terhubung dengan beberapa akun radikal di media sosial.
"Dari pemeriksaan sementara dan dari hasil analisis Densus 88 ditemukan, memang yang bersangkutan terhubung secara media sosial (medsos) kepada beberapa akun yang kami indikasikan sebagai akun-akun eks HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) maupun akun dari Negara Islam Indonesia (NII)," kata Kepala Bagian Bantuan Operasi (Kabagbansops) Densus 88 Antiteror Polri Kombes Polisi Aswin Siregar di Jakarta, Rabu (26/10/2022), seperti disiarkan dalam Breaking News KOMPAS TV.
Pada pemeriksaan awal, kata Aswin, Densus 88 masih mencoba menganalisis hubungan tersangka dengan jaringan-jaringan teroris yang ada.
Baca Juga: Kronologi Perempuan Berpistol Coba Terobos Istana Presiden: Curi Pistol hingga Todong Paspampres
Baca Juga: Perempuan Berpistol Terobos Istana Merdeka Siti Elina Mengaku Dapat Wangsit dan Mimpi Masuk Neraka
Atas percobaan menerobos Istana Merdeka itu, polisi mengonstruksikan tindakan tersangka Elina dengan Undang-Undang (UU) Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Penguasaan Senjata Api Ilegal dan Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang adanya paksaan fisik dan psikis.
Selain itu, Aswin menilai penanganan kasus tersebut juga harus menerapkan UU Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme.
"Hasil koordinasi, kami menyimpulkan bahwa penanganan ini harus juga melibatkan atau menerapkan UU tentang Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme," kata Aswin.
Baca Juga: Perempuan Todongkan Pistol di Istana Presiden, Densus 88: Suami dan Guru Siti Elina Anggota NII
Sumber : Kompas TV/Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.