Kompas TV nasional politik

Kasus Hendra Kurniawan Cs, Eks Wakapolri: Anggota Polri Boleh Tolak Perintah jika Bertentangan UU

Kompas.tv - 20 Oktober 2022, 04:25 WIB
kasus-hendra-kurniawan-cs-eks-wakapolri-anggota-polri-boleh-tolak-perintah-jika-bertentangan-uu
Hendra Kurniawan, Terdakwa Perintangan Penyidikan Kasus Pembunuhan Berencana Brigadir diancam dengan pidana dalam Pasal 49 jo pasal 33 Undang-Undang No. 19 tahun 2016 juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (Sumber: Tangkapan layar YouTube Kompas TV/Ninuk)
Penulis : Johannes Mangihot | Editor : Hariyanto Kurniawan

JAKARTA, KOMPAS.TV - Budaya beda pendapat dan konsentrasi kekuasaan menjadi masukan terhadap Polri agar tindakan obstruction of justice dalam kasus pembunuhan Brigadir J tidak terulang kembali. 

Mantan Wakapolri Komjen (Purn) Oegroseno menilai tidak salah jika budaya beda pendapat diciptakan dan berjalan di tubuh Polri.

Menurutnya anggota Polri sebenarnya bisa menyatakan keberatan dalam menjalankan perintah jika bertentangan dengan UU. 

Baca Juga: Pengacara Keluarga Yosua: Dakwaan Obstruction of Justice Jadi Tanda Perintah Atasan Melebihi UU

"Pertanggungjawaban anggota Polri itu di depan hukum dan UU ini cukup berat. Kalau kita berbeda pendapat dengan pimpinan, risiko paling berat itu mutasi, dan itu tidak ada masalah, karena pimpinan juga berganti," ujar Oegroseno di program Breaking News KOMPAS TV, Rabu (19/10/2022).

Oegroseno menambahkan sejak awal pembentukan, setiap anggota Polri ditekankan untuk mencermati keputusan yang diambil. 

Mengingat anggota Polri tidak punya pilihan, jika ada kesalahan dalam mengambil keputusan maka ancamannya adalah pidana atau kematian dalam bertugas. 

"Anggota Polri itu satu kakinya bisa di kuburan atau kematian, satu lagi bisa di penjara. Jadi harus bertindak hati-hati saat mengambil keputusan. Ujian mengambil keputusan itu ya saat pembentukan sebagai anggota Polri," ujar Oegroseno.

Baca Juga: Ucapan Brigjen Hendra Kurniawan ke Anak Buah: Sudah Kita Percaya Saja dengan Sambo

Di kesempatan yang sama Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai tindakan obstruction of justice ini lantaran adanya konsentrasi kekuasaan yang berlebihan di Ferdy Sambo.

Diketahui selain Kadiv Propam Polri, Sambo juga menjabat Kepala Satuan Tugas Khusus yang tugas dan wewenang diberi secara luas dan berlebihan oleh Kapolri. 

Sambo bisa mengambil alih perkara-perkara di tingkat daerah maupun perkara di dalam negeri dan di luar negeri.




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x