BERLIN, KOMPAS.TV – Saat Jerman bergulat dengan krisis energi yang mengancam masa depannya sebagai pemimpin industri, kekurangan pekerja yang akut menambah masalah bagi produsen yang sebelumnya sudah kepayahan berjuang untuk tetap kompetitif.
Kurangnya tenaga kerja yang berkualitas, yang disebabkan oleh populasi yang menua dan diperburuk oleh pandemi Covid-19, membuat produsen Jerman kekurangan staf yang mereka butuhkan untuk mengimbangi permintaan.
Survei baru-baru ini menemukan, 50 persen perusahaan memangkas produksi karena masalah kepegawaian, dan itu merugikan ekonomi Jerman sebanyak USD85 miliar setiap tahun.
“Semakin banyak perusahaan mengurangi bisnis mereka karena tidak ada cukup pekerja,” kata Stefan Sauer, pakar pasar tenaga kerja di Ifo Institute di Munich, seperti dilansir Bloomberg, Senin (17/10/2022).
“Dalam jangka menengah dan panjang, masalah ini kemungkinan akan menjadi lebih buruk,” tambahnya.
Kenaikan tajam dalam biaya tenaga kerja dapat menjadi keuntungan bagi pekerja.
Tetapi untuk ekonomi terbesar Eropa, ini merupakan pukulan terhadap daya saing yang terjadi pada waktu yang sudah buruk.
Baca Juga: Kanselir Jerman Pergi ke Beijing lalu Bawa Delegasi Bisnis ke Vietnam sebelum ke KTT G20
Pabrikan Jerman, terutama yang paling boros energi, seperti pembuat bahan kimia, kaca dan keramik, mengalami penurunan margin keuntungan karena melonjaknya biaya. Beberapa bahkan harus menutup pabrik atau mengalihkan produksi ke luar negeri.
Kekurangan tenaga kerja memperbesar tekanan. Dengan situasi tingginya permintaan akan tenaga kerja dan lonjakan inflasi menjadi 10,9 persen bulan lalu, staf sektor publik Jerman mencari kenaikan gaji 10,5 persen, sementara pekerja logam menuntut 8 persen kenaikan upah.
Kenaikan upah yang cepat dapat membantu memperparah inflasi, bikin sakit kepala para pembuat kebijakan.
Tren tersebut dapat mendorong Bank Sentral Eropa menekan lebih keras, bahkan ketika prospek ekonomi memburuk.
Bisnis semakin kreatif. Beberapa pabrik memasang peralatan ergonomis agar pekerja tetap berada di jalur perakitan yang menuntut fisik hingga usia 60-an.
Lainnya menawarkan minggu kerja empat hari dan fasilitas senang-senang seperti wisata terjun payung.
Felix Huefner, seorang ekonom di UBS Group di Frankfurt, mengharapkan upah Jerman tumbuh 3,5 persen pada akhir 2023.
Baca Juga: Gawat! Belanda Kekurangan Tenaga Kerja, Sampai Banyak Perusahaan Bangkrut
“Harga energi yang tinggi dan kekurangan pekerja terampil tentu menjadi kendala bagi industri Jerman ke depan,” kata Huefner.
“Negara-negara seperti Prancis, yang memiliki demografi yang lebih baik, akan memiliki kapasitas produktif yang lebih kuat di masa depan,” tambahnya.
Airbus harus membatalkan rencana memproduksi 720 jet A320 terlarisnya di Hamburg pada tahun 2022, sebagian karena kekurangan pekerja yang membuat harga sahamnya jatuh.
Airbus yang berjuang untuk menemukan teknisi listrik, mekanik dan staf untuk memasang peralatan lain di kabin pesawat, telah "secara besar-besaran memperkuat" perekrutan, kata seorang juru bicara.
Sementara itu, kota Hamburg merencanakan kampanye 400.000 euro untuk bersaing memperebutkan tenaga kerja di Denmark dan mempersempit perkiraan kekurangan lebih dari 20.000 pekerja terampil.
Industri otomotif Jerman menggandakan upaya untuk membangun tenaga kerjanya sendiri.
BMW baru-baru ini menempatkan 75.000 staf ke dalam program pelatihan ulang untuk teknologi produksi baru dengan tingkat digitalisasi dan otomatisasi yang lebih tinggi.
Baca Juga: Amerika Serikat Alami Kelangkaan Tenaga Kerja Gara-Gara Pandemi
Sumber : Bloomberg
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.