JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo meminta para menterinya untuk berhati-hati dalam mengambil kebijakan, dalam kondisi dunia dilanda ketidakpastian seperti saat ini. Jokowi berpesan, jangan sampai kebijakan yang salah membuat Indonesia seperti Inggris yang sedang mengalami krisis ekonomi.
Hal tersebut disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan, Selasa (11/10/2022).
“Bapak presiden mengingatkan untuk mengambil kebijakan secara hati-hati, jangan seperti yang terjadi di Inggirs, kebijakan yang dibuat membuat (nilai tukar) pounds jatuh,” kata Airlangga.
Seperti diketahui, pemerintah Inggris menerapkan pemotongan pajak dengan maksud mengurangi beban masyarakat yang terhimpit oleh naiknya biaya hidup. Namun hal itu membuat kas negara minus, menimbulkan ketidakpercayaan pasar, dan membuat nilai poundsterling jeblok.
Baca Juga: Krisis Inggris Memilukan, Anak Sekolah Pura-Pura Makan dari Kotak Kosong Karena Tak Mampu Beli Bekal
Airlangga mengakui, rupiah saat ini berada dalam tren pelemahan terhadap dollar AS. Namun angka penurunannya tidak setinggi negara lain.
“Kita lihat di Indonesia depresiasi rupiahnya 6 persen, tetapi relatif masih lebih tinggi dari negara lain termasuk Malaysia, Thailand, sehingga relatif indonesia lebih moderat,” ujar Airlangga.
Krisis ekonomi di Inggris sudah dimulai sejak negara itu memutuskan keluar dari Uni Eropa. Inggris kekurangan pekerja imigran yang banyak bekerja sebagai sopir truk dan pengantaran barang, sehingga distribusi barang mereka terganggu.
Akhirnya, pasokan barang kebutuhan masyarakat tidak tersalurkan dengan baik ke seluruh Inggris, membuat stok menipis dan akhirnya harga barang-barang naik.
Baca Juga: Krisis Inggris Kian Gawat, Menteri Keuangan Prancis Khawatir: Kebijakan Fiskal Ekonomi Tak Berhasil
Kemudian, Inggris saat ini juga dalam kebijakan menerapkan penggunaan energi bersih dan menutup semua pembangkit listrik baru bara mereka. Sehingga gas menjadi sumber energi utama namun tak lama kemudian perang Rusia-Ukraina pecah. Pasokan gas dari Rusia terputus karena sanksi yang diterapkan.
Alhasil harga gas naik tinggi dan merembet pada kenaikan biaya hidup lainnya. Pada Agustus 2022, inflasi Inggris tercatat sebesar 9,9 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, krisis ekonomi yang dialami Inggris disebabkan oleh kebijakan fiskal negara itu sendiri. Yakni dengan mengumumkan rencana memangkas pajak dan memberikan insentif investasi bagi dunia usaha di Inggris.
Padahal saat ini Bank Sentral Inggris juga menaikkan suku bunga acuan. Kebijakan yang berfokus pada pertumbuhan itulah yang membuat nilai tukar poundsterling anjlok.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.