MALANG, KOMPAS.TV - Kerusuhan tejadi, usai pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya, dan berujung tewasnya 125 orang penonton.
Kerusuhan berawal saat sejumlah penonton yang diduga tidak puas atas hasil pertandingan, merangsek masuk lapangan.
Polisi yang mengawal pertandingan, mengambil jalan dengan menembakkan gas air mata untuk membubarkan suporter.
Kepanikan suporter di Stadion Kanjuruhan Malang pun terjadi.
Sejumlah pihak menyoroti penggunaan gas air mata oleh aparat keamanan, sampai tidak adanya jalur evakuasi bagi penonton saat kerusuhan terjadi.
Belum lagi pencegahan penonton yang masuk ke lapangan yang tak tertangani dengan baik.
Dalam aturan FIFA soal pengamanan dan keselamatan, di pasal 19 disebutkan, tidak ada senjata api atau gas pengendali massa yang boleh dibawa atau digunakan.
Aturan tentang gas air mata ini, harusnya mutlak dijalankan di seluruh pertandingan sepak bola di bawah FIFA.
Soal prosedur pengamanan, Pengamat Sepak Bola, Kesit Bayu Handoyo, mempertanyakan peran induk sepak bola indonesia, PSSI, dalam menyosialisasikan protap ini ke penyelenggara pertandingan dan polisi.
Sementara itu, Mabes Polri menyatakan tengah mendalami penggunaan gas air mata di Stadion Kanjuruhan Malang, apakah sudah sesuai dengan prosedur.
Jika sudah diketahui hasilnya, akan disampaikan ke publik.
Selain soal gas air mata, ada juga surat PT LIB, penyelenggara Liga Indonesia yang meminta panitia penyelenggara pertandingan, tetap memainkan laga di malam hari, walaupun sudah ada permintaan dari polisi, agar pertandingan dimajukan menjadi sore hari.
Ini jadi hari tergelap dalam sejarah penyelenggaraan pertandingan sepak bola.
Investigasi menyeluruh, termasuk penggunaan gas air mata oleh aparat keamanan, dan perlunya DPR dan pemerintah membuat regulasi yang mengatur suporter, harus dilakukan secara serius.
Agar tak ada lagi tragedi dengan korban jiwa, pada penyelenggaran acara olah raga, khususnya sepak bola.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.