YOGYAKARTA, KOMPAS.TV - Tragedi kericuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, pada Senin (1/10/2022) menimbulkan korban setidaknya 130 orang meninggal dunia dan ratusan lain luka-luka per Minggu (2/10) siang. Kericuhan dalam partai Arema vs Persebaya ini diawali serbuan suporter ke lapangan dan tembaki gas air mata polisi.
Menurut keterangan saksi mata, polisi bahkan menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton.
Dwi, salah satu saksi mata tragedi di Kanjuruhan, menyebut banyak orang yang terinjak-injak dalam kerusuhan yang dipicu tembakan gas air mata polisi ke tribun.
“Saya lihat ada banyak orang terinjak-injak, saat suporter berlarian akibat tembakan gas air mata," kata Dwi kepada Kompas.com.
Baca Juga: Penggunaan Gas Air Mata saat Bubarkan Kericuhan di Kanjuruhan Dinilai Sebagai Pelanggaran
Sebelum tragedi Kanjuruhan, tembakan gas air mata telah menyebabkan kerusuhan lain yang menewaskan ratusan orang.
Dua kerusuhan stadion dengan jumlah korban terbanyak, tragedi di Estadio Nacional, Lima, Peru, pada 24 Mei 1964 dan musibah di Accra Sprots Stadium, Ghana pada 9 Mei 2001 juga dipicu tembakan gas air mata polisi.
Tragedi Estadio Nacional adalah kerusuhan stadion dengan korban jiwa terbanyak sepanjang sejarah, yakni 328 korban jiwa. Sedangkan tragedi di Accra adalah kerusuhan stadion dengan korban jiwa terbanyak kedua (126) sebelum kerusuhan di Kanjuruhan terjadi.
Kerusuhan di Estadio Nacional terjadi ketika pertandingan Timnas Peru vs Argentina. Di tengah pertandingan, suporter tuan rumah murka dengan sebuah keputusan wasit dan menyerbu lapangan.
Polisi pun merespons dengan menembakkan gas air mata ke arah kerumunan. Tembakan gas membuat ribuan suporter panik dan berebut keluar.
“Kami berbalik dan mulai naik tangga, itulah ketika polisi mulai melemparkan gas air mata. Saat itu, orang-orang di tribun lari ke terowongan (keluar stadion) untuk menyelamatkan diri—di mana mereka bertemu kami, menyebabkan tabrakan yang besar sekali,” kata seorang saksi mata tragedi Nacional, Jose Salas dikutip BBC pada Mei 2014 silam.
Baca Juga: Ricuh Kanjuruhan Malang jadi Tragedi Sepak bola dengan Jumlah Korban Terbanyak Setelah Peru 1964
Saat kejadian, terowongan menurun ke gerbang Estadio Nacional segera diserbu para suporter yang panik. Nahasnya, saat ada pertandingan berlangsung, gerbang keluar selalu ditutup.
Suporter terus berebut menyelamatkan diri ketika masih ada kerumunan suporter lain yang terjebak di gerbang dan terowongan. Gerbang itu kemudian terbuka akibat kuatnya dorongan manusia yang berdesakan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.