JAKARTA, KOMPAS.TV- Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai, PLN membatalkan konversi kompor gas ke kompor listrik karena telah menimbulkan kegaduhan. Lantaran kebijakan itu disosialisasikan dalam waktu yang tidak tepat.
"Ini jelang tahun politik dan harga BBM baru saja naik. Momentumnya tidak tepat," kata Trubus saat dihubungi Kompas TV, Rabu (28/9/2022).
Ia menyatakan, pernah berdiskusi dengan PLN dan Kementerian ESDM. Ia pun menyarankan ke jalan nurun diterapkan secara perlahan, untuk jangka panjang, dan sifatnya pilihan.
"Jangan dipaksakan, jangan top down tapi dibangun dari bawah dulu. Agar masyarakat tahu dulu apakah listrik itu lebih hemat dari gas," ujarnya.
Baca Juga: Konversi Kompor Listrik Batal, Ingat Lagi Kisah Sukses JK Konversi Minyak Tanah ke Gas
Menurut Trubus, konversi kompor gas ke kompor listrik adalah kebijakan yang inkonsisten, tanpa perencanaan matang, dan tidak ada urgensinya.
Banyak masyarakat yang menentang selama masa uji coba berlangsung. Misalnya para pedagang yang berjualan ketupat dan rendang, yang membutuhkan waktu berjam-jam untuk memasaknya.
"Belum lagi pedagang keliling seperti pedagang bakso itu, bagaimana mereka memakai kompor listrik," ucapnya.
Trubus juga menyebut kebijakan konversi kompor gas ke kompor listrik sebagai kebijakan politis. Ia menyinggung tata kelola gas dalam negeri yang amburadul. Gas sebagai kekayaan negara, lanjutnya, harusnya dikelola oleh negara.
Baca Juga: Pemerintah Putuskan Tidak Akan Naikkan Tarif Listrik Hingga Akhir 2022
Tapi saat ini gas dikelola oleh pihak ketiga untuk diekspor, lalu Indonesia harus membelinya dari pihak luar. Dengan dibatalkannya kebijakan tersebut, Trubus mengatakan sudah terjadi pemborosan dan penyalahgunaan anggaran.
Ia juga memandang gaya komunikasi pemerintah dan PLN saat mensosialisasikan kebijakan itu tidak efektif cenderung buruk. Masyarakat belum mendapatkan pemahaman apakah listrik benar-benar bisa efektif saat digunakan memasak.
"Saya diskusi dengan orang warteg, mereka ngeluh mau dijual berapa dagangannya kalau masak pakai kompor listrik. Sekarang saja harga makanan di warteg sudah naik karena harga BBM," ucap Trubus.
"Pedagang warteg juga khawatir pihak PLN akan seenaknya menaikkan tarif listrik, jika semua warga sudah menggunakan kompor listrik," tambahnya.
Baca Juga: PLN: Konversi Kompor Listrik Batal, Tarif Listrik Tak Naik, dan Tak Ada Penghapusan Daya 450 VA
Menurutnya, PLN harus menggenjot pemakaian listrik industri. Karena pemakai listrik terbesar salah UMKM dan home industry. PLN harus berkolaborasi dengan industri dengan memberikan tarif yang murah.
"Jangan dengan tarif yang sekarang, mahal. Kalau tarif listriknya tinggi biaya produksi juga tinggi sehingga harga-harga mahal," pungkas dia.
Sumber : KompasTV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.