JAKARTA, KOMPAS.TV - Juru bicara Komisi Yudisial (KY) Miko Ginting menilai penetapan Hakim Agung Sudrajad Dimyati sebagai tersangka suap penanganan perkara Mahkamah Agung (MA) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai bukti sistem pengawasan penegakan hukum berjalan bersama.
Artinya, kata dia, kasus ini menjadi momentum bagi KPK, KY, dan MA untuk mengefektifkan sistem yang sudah ada.
Menurut Miko, fungsi pengawasan tidak tepat hanya diserahkan kepada KY, sebab apa yang dilakukan KPK juga suatu pengawasan.
“Setelah ini apa yang bisa dilakukan? Penguatan tiga lembaga, deteksi dan titik kerawanan juga harus dipetakan supaya bisa melihat masalahnya dan solusi yang tepat,” ujarnya dalam program Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Jumat (23/9/2022).
Baca Juga: Hakim Agung Sudrajad Dimyati Ditahan KPK, Irwansyah: Ini Seharusnya Momentum MA untuk Berbenah!
Ia mencontohkan, dalam kode etik dan perilaku hakim, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) bisa ditegakkan oleh MK dan KY.
Kepatuhan ini harus disandingkan dengan pemeriksaan yang lebih detail, seperti memeriksa kewajaran LHKPN yang kewenangannya berada di KPK.
“Jika tiga lembaga ini digabungkan, bisa menjadi trisula pengawasan yang mengkombinasikan pengawasan yang ada, KY kepatuhan LHKPN, dan KPK penilaian kewajaran,” ucapnya.
Ia juga melihat penahanan hakim agung pertama yang berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK memberi pesan kuat soal ruang penyimpangan yang semakin kecil karena sistem deteksi mulai berjalan.
Miko pun merasa optimistis sistem pengawasan bakal kian efektif dengan kerja sama.
Terlebih, kasus ini juga memperlihatkan pintu masuk ada di ranah panitera yang deteksinya hanya bisa dilakukan melalui MA karena bukan kewenangan KY.
Baca Juga: MAKI Sebut KPK Jerat Hakim Agung karena Malu dengan Prestasi Kejagung
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.