GILI TRAWANGAN, KOMPAS.TV – Viral unggahan Tiktok seorang wisatawan domestik tentang catcalling yang dialaminya di Gili Trawangan membuat isu pelecehan ini jadi perbincangan hangat di Gili Trawangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat.
Pendapat warga pun terbelah. Banyak yang bersikap defensif dan menganggap unggahan sekaligus pengunggahnya itu berlebihan, sementara ternyata banyak warga lainnya yang justru mengungkap pengalaman serupa yang dialami.
Marki Ani Omeara, seorang warga Gili Trawangan, mengakui kerap menjadi korban catcalling saat ia mulai tinggal di pulau destinasi wisata itu 7 tahun silam. Saat itu, tuturnya, beberapa kali ia tak menggubris pelecehan verbal itu.
Namun, saat catcalling yang diterimanya dirasanya makin parah, ia pun balik mengonfrontasi pelaku.
“Suatu malam saya keluar party dengan pacar saya yang sekarang sudah jadi suami. Karena jalan dengan bule, saya dikatain jadi l*nt*,” ujar Marki.
Baca Juga: Gaduh Catcalling di Gili Trawangan, Wakil Bupati Lombok Utara: Jangan Rusak Citra Pariwisata
Finalis Indonesia’s Got Talent 2022 itu menceritakan pengalamannya di Gilipedia, grup Facebook para penghuni sekaligus wisatawan di Gili Tramena (Trawangan, Meno, dan Air). Kompas.tv sendiri sudah memperoleh izin untuk mengutip cerita Marki.
“Saya samperin dan suruh dia minta maaf. Ujung-ujungnya, diajakin ribut, bahkan saya diludahi. Saya ludahi balik. Lalu pelaku mau pukul saya, tapi didorong suami saya. Akhirnya baku hantam, dah,” cerita Marki.
Menurut instruktur yoga ini, catcalling masih kerap terjadi di Gili Trawangan. Namun, ia menyebut, pelakunya bukanlah warga setempat.
“Saya masih sering melihat catcalling terjadi di sini, dan setahu saya pelaku bukan orang Gili. Pelaku adalah oknum,” tulisnya.
Baca Juga: Lawan Pelecehan Seksual di Transportasi Publik | TARGET
Hilda, seorang warga Gili Trawangan lainnya, juga mengakui sempat mengalami pengalaman serupa. Ia juga menyayangkan banyaknya warga yang justru berkomentar negatif terhadap korban catcalling. Pun, membenarkan perilaku catcalling sebagai perilaku normal.
“Saya hanya bingung, ketika ada orang speak up, malah banyak yang mengira pansos dan segala macam, dan malah ada yang bilang bercanda. Catcalling itu jangan dinormalkan dengan kata-kata ‘hanya bercanda’. Itu sebuah verbal harrasment untuk perempuan, dan tidak semua perempuan suka di-catcalling, ya,” tuturnya.
Korban catcalling lainnya, Gustina Widari mengungkap, catcalling yang kerap terjadi dan menimpa tak cuma wisatawan perempuan, tapi juga warga setempat itu disebutnya sudah meresahkan.
“Kita mau marahin orang yang catcalling juga takut, karena lebih galak si pelaku. Kadang kita diancam bakal dicari ke hotel atau kos kalau negur mereka,” tutur warga Lombok yang sempat bekerja di Gili Trawangan ini. Ia berharap, catcalling yang sudah meresahkan warga dan wisatawan ini mendapat perhatian dari pihak berwenang terkait agar segera ditindak.
Marki Ani pula berpesan agar insiden catcalling tak lagi terulang.
“Semoga ke depan tidak terjadi hal yang sama. Kita jaga sama-sama Gili Trawangan tempat kita hidup dan mencari nafkah. Seribu keindahan dan kebaikan ada di Gili T,” pungkasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.