Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Listrik 450 VA Dihapus dan Dinaikkan Jadi 900 VA, Pengamat: Subsidi Harus Tetap Jalan

Kompas.tv - 13 September 2022, 10:47 WIB
listrik-450-va-dihapus-dan-dinaikkan-jadi-900-va-pengamat-subsidi-harus-tetap-jalan
Petugas sedang memasang instalasi listrik di rumah warga. (Sumber: Dok. PLN )
Penulis : Dina Karina | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV - Mulai tahun depan, pemerintah akan menghapus daya listrik 450 volt ampere (VA). Sehingga listrik untuk masyarakat miskin yang selama ini disubsidi, akan naik menjadi 900 VA. Pengamat Energi Universitas Indonesia Iwa Garniwa mengatakan, sebenarnya sah-sah saja daya listrik masyarakat miskin dinaikkan. 

Namun yang harus diperhatikan, apakah masyarakat kelompok tersebut benar-benar memerlukan kenaikan daya listrik? Menurut Iwa, daya listrik yang besar akan mendorong masyarakat untuk konsumtif. 

"Perlu diingat yang menggunakan 450 VA dan 900 VA itu kan mayoritas golongan kurang mampu yang diberi subsidi tarif listrik. Jika kebijakan baik daya diterapkan, syaratnya subsidi harus tetap berjalan," kata Iwa saat dihubungi Kompas TV, Selasa (13/9/2022). 

Iwa menilai, seharusnya pemerintah mengadakan survei terkait konsumsi listrik kelompok masyarakat tersebut.

Baca Juga: Daya Listrik 450 VA akan Dihapus, Penerima Subsidi Listrik Dinaikkan Jadi 900 VA dan 1.200 VA

"Tujuannya agar jangan konsumtif, sebenarnya kalau ekonomi mereka sudah mampu, bisa saja kan menaikkan daya sendiri ke 900 VA. Jangan jadi konsumtif karena disokong negara," ujar Iwa. 


 

Sementara itu, pemerintah juga akan menaikkan daya listrik 900 VA ke 1.200 VA. Alasannya, agar konsumsi listrik semakin besar dan mengurangi oversupply listrik PLN. Seperti yang disampaikan Ketua Banggar DPR Said Abdullah, Senin (12/9) kemarin.

Ia mengungkapkan, PLN saat ini terus mengalami kelebihan pasokan atau oversupply listrik. Pada 2022 ini kondisi surplus listrik PLN mencapai 6 gigawatt (GW) dan akan bertambah menjadi 7,4 GW di 2023, bahkan diperkirakan mencapai 41 GW di 2030.

Iwa menilai, tidak ada yang salah dengan skema take or pay itu. Lantaran investor yang sudah membangun pembangkit listrik dengan biaya besar, pasti butuh kepastian pembelinya. 

Baca Juga: Nadiem: RUU Sisdiknas Bikin Guru PAUD hingga Pesantren Dapat Tunjangan Meski Belum Sertifikasi

"Jangan samakan dengan jalan tol. Siapa sih yang sudah bangun pembangkit, terus harus cari pembeli sendiri," ucap Iwa. 

Ia menjelaskan, skema tersebut dia buat karena dulu PLN tidak sanggup membangun pembangkit sendiri sementara jumlah kebutuhan listrik tinggi. 

Namun saat ini, konsumsi listrik sedang menurun karena berbagai faktor. Di antaranya perlambatan ekonomi karena pandemi dan kondisi geopolitik global. Sehingga pasokan listrik justru berlebih. 

"Bukan salah kontraknya, salahnya ekonomi kita, karena ekonomi kita nurun, kebutuhan listrik menurun, dulu prediksinya kan naik terus 6-7 persen," tutur Iwa. 

Solusinya, pemerintah harus menumbuhkan konsumsi listrik. Pelanggan PLN terdiri dari 40 persen industri, 40 persen rumah tangga dan 20 persen komersil. 

Baca Juga: Erick Thohir Kenang Keluarga Kecewa Pilihan Bisnisnya: Transaksinya sampai Inter Milan

Pemerintah bisa meningkatkan konsumsi listrik rumah tangga dengan program mobil listrik, kompor listrik, dan daya beli masyarakat. Begitu juga dengan konsumen industri. 

"Ada lingkaran ekonomi, pemerintah harus memberikan kemudahan investor untuk masuk ke industri agar produksinya bergerak, jika produksi meningkat pemakaian listrik industri juga akan meningkat," ujarnya. 




Sumber :




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x