LONDON, KOMPAS.TV - Negara-negara di seluruh dunia mengalami peningkatan risiko kerusuhan sipil yang "belum pernah terjadi sebelumnya" menurut studi terbaru oleh Verisk Maplecroft, perusahaan konsultan dunia yang berbasis di Inggris.
Lebih dari 100 negara mengalami "peningkatan risiko" kerusuhan sipil pada kuartal terakhir, kata perusahaan itu, merujuk Indeks Kerusuhan Sipil (CUI) yang dirilis Kamis (1/9/2022).
Indeks ini menggunakan serangkaian hasil survei yang menilai berbagai faktor, seperti inflasi dan mekanisme pemerintah untuk mengatasi atau memadamkan konflik, serta dampak keseluruhan dari kerusuhan.
Dari 198 negara di seluruh dunia, hanya 42 negara yang mencatat penurunan risiko kerusuhan sipil pada periode yang disurvei. Sementara itu, potensi kerusuhan sipil di 101 negara meningkat.
Perusahaan tersebut mengaitkan peningkatan risiko kerusuhan sipil dengan "dampak inflasi pada harga makanan pokok dan energi."
"Dampaknya terbukti di seluruh dunia, dengan ketidakpuasan rakyat atas kenaikan biaya hidup yang muncul di jalan-jalan pasar maju dan berkembang, membentang dari Uni Eropa, Sri Lanka dan Peru ke Kenya, Ekuador dan Iran," kata Verisk Maplecroft.
Baca Juga: Israel Serang Damaskus dan Bandara Internasional Aleppo di Suriah, Sempat Ditahan tapi Tembus
Eropa "menonjol" dalam peringkatan risiko, sebagian besar karena dampak invasi Rusia ke Ukraina.
Situasi di Benua Biru diperkirakan memburuk dalam enam bulan ke depan dan "Bosnia dan Herzegovina, Swiss, Belanda, Jerman, dan Ukraina semuanya termasuk di antara negara-negara dengan proyeksi peningkatan risiko terbesar."
Peningkatan risiko kerusuhan sipil adalah yang terbesar sejak CUI pertama kali dirilis oleh perusahaan itu pada 2016.
"Dengan lebih dari 80 persen negara di seluruh dunia melihat inflasi di atas 6 persen, risiko sosial ekonomi mencapai tingkat kritis," terang Verisk Maplecroft.
"Hampir setengah dari semua negara di CUI sekarang dikategorikan berisiko tinggi atau ekstrem, dan sejumlah besar negara diperkirakan mengalami kemunduran selama enam bulan ke depan," imbuh perusahaan itu.
Verisk Maplecroft memperingatkan tren global tak mungkin berubah dalam waktu dekat.
"Hanya penurunan signifikan harga pangan dan energi dunia, yang dapat menahan tren negatif global dalam risiko kerusuhan sipil. Resesi dan inflasi meningkat dan diperkirakan memburuk pada 2023 ketimbang 2022," ujarnya.
Baca Juga: Iran Ketahuan Curi Kapal Nir-Awak Milik Amerika Serikat di Teluk Arab, AS Tetap Waspada
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.