BAGHDAD, KOMPAS.TV - Kerusuhan yang melanda pusat Baghdad dua hari belakangan dilaporkan mereda per Selasa (30/8/2022). Sebelumnya, kerusuhan pecah usai pendukung seorang ulama sekaligus politikus berpengaruh Irak menyerbu Zona Hijau, kawasan pusat pemerintahan di Baghdad.
Pendukung Muqtada Al-Sadr menyerbu Zona Hijau dan terlibat bentrok lawan aparat keamanan. Setidaknya 30 orang tewas dan 400 lainnya terluka akibat bentrokan ini.
Militer Irak pun memberlakukan jam malam akibat bentrokan sejak Senin (29/8). Namun, menyusul tenangnya situasi, jam malam telah dicabut.
Pendukung Al-Sadr dilaporkan mulai meninggalkan Zona Hijau usai sang ulama meminta mereka mundur dalam pidato yang disiarkan televisi.
“Partai kita disiplin dan patuh, dan saya akan cuci tangan dari mereka yang tidak mundur dari gedung parlemen dalam waktu satu jam,” kata Al-Sadr dikutip Al Jazeera.
“Ini bukanlah revolusi,” lanjutnya.
Baca Juga: Iran Tutup Perbatasan dengan Irak Karena Kerusuhan yang Menewaskan 20 Orang
Sebelumnya, pada Juli lalu, Al-Sadr mendorong pendukungnya menyerbu parlemen Irak dan mengampanyekan revolusi serta reformasi pemerintahan.
Al-Sadr merupakan pemimpin Gerakan Sadris, platform politik yang memenangkan sebagian besar kursi parlemen Irak pada pemilu Oktober 2021 mendatang. Namun, partai Al-Sadr gagal mengamankan ambang batas mayoritas parlemen.
Al-Sadr sendiri menolak berunding dengan rival-rival politiknya. Sehingga, parlemen Irak tidak bisa membentuk pemerintahan koaliasi yang baru atau memilih presiden.
Pada Senin (29/8), tindakan Al-Sadr yang mengumumkan mundur dari politik memicu kerusuhan di Baghdad. Sebagian kalangan menilai, pengumuman Al-Sadr itu sekadar diniatkan untuk mencari daya tawar lebih besar di hadapan rival politiknya.
Al-Sadr yang berhaluan nasionalis berselisih dengan rival-rival politiknya yang pro-Iran. Dua kelompok itu merupakan golongan politik yang dominan di Irak saat ini, tetapi urung bersepakat mengenai koalisi.
Usai kerusuhan pecah, Al-Sadr pun mengaku tidak mendukung kekerasan dan meminta maaf kepada rakyat Irak.
Perdana menteri interim Irak, Mustafa Al-Kadhimi menyanjung tindakan Al-Sadr yang mengakhiri kekerasan.
“Pidatonya (Al-Sadr) menempatkan kewajiban moral dan nasional kepada semuanya untuk melindungi Irak dan menghentikan eskalasai dan kekerasan politik serta segera berunding,” kata Al-Kadhimi.
Muqtada Al-Sadr sendiri dikenal mengusung retorika nasionalis dan agenda reformasi yang diyakini secara teguh oleh para pendukungnya. Mayoritas pendukung Al-Sadr diketahui berasal dari sektor termiskin masyarakat Irak, secara historis dikesampingkan dari sistem politik pada rezim Saddam Hussein.
Baca Juga: Baghdad Mencekam! Pendukung Al-Sadr Serbu Pusat Pemerintahan dengan RPG dan Senapan Mesin, 30 Tewas
Sumber : Kompas TV/Al Jazeera
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.