JAKARTA, KOMPAS.TV - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atau Wamenkumham Edward Omar Sharif Hieriej mengungkapkan alasan perlunya ada pasal yang mengatur tentang penghinaan terhadap Presiden dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Sebab, kata pria yang akrab disapa Eddy Hiariej itu, inti dari penghinaan tersebut hanya ada dua alasan, yakni menista dan fitnah.
Baca Juga: Jokowi Teken Perpres 104, Tunjangan Kepala BRIN Capai Rp49,86 Juta Per Bulan, Berapa untuk Megawati?
"Saya katakan itu perlu. Karena inti penghinaan itu hanya dua, yaitu menista dan fitnah," kata Eddy Hieriej di Jakarta, Senin (29/8/2022).
Dalam pandangannya, menista seseorang itu sama halnya dengan merendahkan martabatnya.
Sebagai contoh, ia menyebutkan bahwa hal itu seperti menyamakan seseorang dengan hewan atau binatang.
Selanjutnya, terkait dengan fitnah, kata dia, di dalam ajaran agama mana pun tidak ada yang mengajari atau membenarkan tentang fitnah.
Baca Juga: Mahasiswa Desak Pasal Penghinaan Presiden Dihapus di RKUHP, Ini Tanggapan DPR
Oleh karena itu, Eddy mengaku heran jika ada pihak yang menganggap pasal penghinaan Presiden sama dengan membungkam kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi, dan berdemokrasi.
"Jelas-jelas menghina itu beda dengan bebas berpendapat," ujar Eddy Hiariej.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.