JAKARTA, KOMPAS.TV - Kementerian Perhubungan kembali menunda kenaikan tarif ojek online, yang harusnya diterapkan hari ini, Senin (29/8/2022). Pihak Kemenhub menyebut, masih menyaring masukan dari berbagai pihak dan juga memperhatikan kondisi terkini.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menilai, penundaan ini bukan karena kesiapan masyarakat maupun apliklator, melainkan pemerintah sangat tidak siap dan yakin dengan kebijakan kenaikan tarif ojek online.
"Pemerintah sudah seharusnya membatalkan kenaikan tarif ojek online yang saat ini sudah ditunda hingga dua kali. Dari awal memang sudah saya sampaikan, Pemerintah seakan tidak memperhatikan kondisi dan dampak yang ditimbulkan dari adanya kebijakan dari semua sisi konsumen," kata Nailul saat dihubungi Kompas TV, Senin (29/8/2022).
Menurutnya, transportasi online (termasuk ojek) merupakan industri yang berbentuk multi-sided market di mana ada banyak jenis konsumen yang dilayani oleh sebuah platform.
Baca Juga: BSU Cair Lagi, untuk 16 Juta Pekerja dengan Gaji Maksimal Rp3,5 Juta
Yakni bukan hanya dari sisi mitra driver saja, namun juga dari sisi konsumen akhir/penumpang dan pelaku UMKM (mitra penjual makanan-minuman). Sehingga perubahan cost dari sisi mitra driver akan mempengaruhi perubahan di sisi konsumen penumpang dan pelaku UMKM.
Kenaikan tarif ojol juga akan kontradiktif dengan tujuan Kemenhub agar kesejahteraan mereka meningkat.
"Dari sisi konsumen penumpang sudah pasti ada penurunan permintaan, sesuai hukum ekonomi. Jika permintaan industri bersifat elastis, sudah pasti mitra driver yang akan rugi karena secara total pendapatan akan menurun," ujarnya.
Ia menyarankan pemerintah melakukan kajian mengenai dampak kepada semua sisi. Mulai dari konsumen akhir, konsumen mitra driver, hingga konsumen UMKM.
Baca Juga: Pemerintah Akan Berikan BLT Rp600.000 Per Bulan Untuk 20,56 Juta KPM
Sebab, kata dia, kenaikan harga ini sangat memberatkan dari sisi konsumen, mitra driver, maupun pelaku UMKM. Hampir semuanya akan terdampak negatif dari adanya kenaikan tarif ojek online.
Dari sisi lain, pelaku UMKM mitra layanan pesan antar makanan juga akan terdampak karena permintaan akan berkurang. Platform, dengan adanya kenaikan tarif ojek online (penumpang), kemungkinan akan mempertimbangkan kenaikan tarif pengantaran barang dan makanan-minuman.
"Dari sisi konsumen, konsumen belum tentu berkenan untuk naik kendaraan pribadi ke tempat makan jika jarak-nya jauh. Konsumen akan mempertimbangkan untuk membeli makanan dan minuman yang lebih dekat secara jarak atau mereka enggan mengantri," ujarnya.
"Dampaknya adalah menurunkan permintaan dari produk pelaku UMKM mitra layanan pesan antar makanan, pangsa pasar akan semakin terbatas," ucapnya.
Baca Juga: BI Luncurkan QRIS Antar Negara, Bayar Belanjaan di 4 Negara Ini Cukup Pakai Ponsel
Dampak lainnya adalah ada perpindahan transportasi masyarakat di mana sebagian akan pindah ke transportasi umum dan sebagian akan menggunakan kendaraan pribadi.
Selanjutnya, ada biaya transportasi yang kemungkinan meningkat dan bisa menyebabkan inflasi secara umum. Inflasi transportasi per Juli 2022 cukup tinggi di mana secara tahunan di level 6.65 persen, tertinggi kedua setelah makanan, minuman, dan tembakau.
Jika menggunakan kendaraan pribadi akan menambah kemacetan dan kerugian ekonomi akan bertambah.
"Jadi saya rasa pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan kenaikan tarif ojek online ini dan melihat sebesar besar elastisitas dari produk atau layanan," ucap Nailul.
"Jangan juga, kebijakan ini menimbulkan perang harga antar platform yang akan membuat industri tidak sehat. Karena dengan kenaikan harga, platform pasti akan bersaing melalui perang diskon yang pada jangka panjang dampaknya tidak baik," katanya.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.