JAKARTA, KOMPAS.TV- Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menyarankan, pemerintah sebaiknya tidak menaikkan harga BBM subsidi. Lantaran dampaknya akan sangat besar terhadap masyarakat, terutama golongan bawah.
Menurut hitungan CORE, kenaikan harga BBM akan membuat inflasi ikut meningkat. Minimal 6 persen dan maksimal 10 persen.
"Masyarakat akan terpangkas daya belinya, proses pemilihan ekonomi terganggu kemiskinan naik, pengangguran meningkat," kata Piter kepada Kompas TV, Kamis (25/8/2022).
Selama ini, pemerintah mengatakan jika harga BBM subsidi tidak dinaikkan maka anggaran negara sangat terbebani dengan biaya subsidi BBM, yang sudah tembus Rp502 triliun.
Baca Juga: Jumat Besok, Para Menteri akan Laporkan Hitungan Kenaikan BBM ke Jokowi
Anggaran itu bisa bengkak lagi jadi hampir Rp700 triliun, karena masyarakat masih terus "minum" Pertalite dan solar meski kuotanya sudah habis.
Namun menurut Piter, pemerintah harus transparan dan menjelaskan ke rakyat, berapa subsidi yang digunakan betul-betul untuk membiayai pertalite dan solar. Karena angka Rp502 triliun itu, sudah termasuk subsidi listrik dan gas.
"Kalau dibilang APBN Jebol, itu kan hanya berarti defisit APBN akan naik. Padahal kita masih dilindungi Perppu hingga tahun ini, defisit kita masih boleh di atas 3 persen. Kalau anggaran negara jebol, itu bukan berarti negara sama sekali enggak punya uang, masih bisa berutang untuk menutupinya," jelas Piter.
Perppu yang dimaksud adalah Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Disease 2019 (Covid-19).
Baca Juga: Antrean BBM Sepanjang 1 Km Masih Terjadi Di SPBU Sorong
Beleid itu diterbitkan karena pemerintah membutuhkan banyak uang untuk menangani Covid-19 dan memulihkan ekonomi di awal pandemi merebak. Perppu tersebut sudah disahkan menjadi undang-udang oleh DPR pada 2020 lalu.
"Beda kalau sama anggaran masyarakat yang jebol, itu benar-benar sudah enggak punya uang lagi dan enggak bisa utang juga. Nah, mana yang lebih baik, APBN Jebol dan utang naik, atau anggaran masyarakat yang jebol?" ujar Piter.
Pemerintah, lanjutnya, bisa mencari solusi pendanaan negara lainnya selain dari utang untuk membiayai subsidi BBM. Saat ini APBN sedang surplus karena kenaikan harga komoditas, pemerintah seharusnya bisa memanfaatkan tambahan pemasukan itu.
Lalu pemerintah juga bisa menaikkan konsesi royalti pertambangan.
Baca Juga: Harga BBM AS Turun, Lebih Terjangkau Ketimbang di Indonesia?
"Orang tambang itu sedang pesta pora, orang miskin dibebani kenaikan BBM subsidi," ucapnya.
Selain itu, pemerintah juga bisa mengombinasikan kebijakan menambah subsidi BBM dengan membatasi kuota BBM subsidi. Sehingga jelas kendaraan mana saja yang boleh dan tidak boleh menggunakan Pertalite.
"Modal kita menghadapi kondisi ketidakpastian global ini adalah pasar domestik. Kalau pasar domestiknya tidak kita jaga, mau mengandalkan mana lagi," tandasnya.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.