MOSKOW, KOMPAS.TV - Presiden Rusia Vladimir Putin diyakini telah memiliki target selanjutnya seusai melakukan serangan ke Ukraina.
Target Putin selanjutnya pun tak terduga, yaitu Kazakhstan yang selama ini dikenal sebagai sekutunya.
Hal itu diungkapkan oleh pakar Eurasia, Paul Globe melalui tulisannya di kelompok peneliti Yayasan James Town.
Globe menyoroti unggahan sekutu Putin yang juga mantan Presiden Rusia, Dmitry Medvedev pada awal bulan lalu.
Baca Juga: Sekutu Putin Tuduh Ukraina-Barat Ingin Buat Bencana Chernobyl Lagi: Rusia Tak Mungkin Melakukannya
Ketika itu, Medvedev mengungkapkan di Telegram bahwa Kazakhstan utara secara historis merupakan bagian dari Rusia.
Namun, tak lama setelah muncul, unggahan tersebut dihapus. Medvedev sendiri mengungkapkan akunnya diretas.
Bahasa yang mencolok itu mengingatkan pada pembenaran yang digunakan Putin sebelum memerintahkan invasi ke Ukraina pada 24 Februari lalu.
“Hasilnya, ada peningkatan analis Kremlin yang melihat Kazakhstan akan menjadi target Presiden Rusia Vladimir Putin selanjutnya,” tulis Globe dikutip dari Express, Sabtu (13/8/2022).
“Moskow saat ini marah, dan Nur Sultan (ibu kota Kazakhstan) tak diragukan lagi kini merasa khawatir,” tambahnya.
Menurut Globe, saat ini sebenarnya perang kata-kata telah terjadi di antara kedua belah pihak.
“Penulis Rusia selalu berbicara tentang Kazakhstan menjadi Ukraina kedua, dan komentator Kazakhstan menentang bahwa kedua negara berada di tengah-tengah perpisahan yang buruk,” tuturnya.
Baca Juga: Apes! Pria Ini Terkubur di Terowongan yang Digalinya untuk Merampok Bank
Kazakhstan sendiri dikenal sebagai sekutu Rusia dan keduanya tergabung dalam Organisasi Traktat Keamanan Kolektif (CSTO).
Namun, Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev secara mengejutkan menolak mengakui kemerdekaan Donetsk dan Luhansk.
Pernyataan itu dilontarkan Tokayev saat menghadiri Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg, Juni lalu.
“Jika ada hal untuk menentukan nasib sendiri dipraktikkan di seluruh dunia, maka akan ada lebih dari 600 negara, bukan 193 negara yang kini menjadi anggota PBB,” katanya saat itu.
Sumber : Express
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.