JOHANNESBURG, KOMPAS.TV — Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken bertemu Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa dan ikut memperingati Hari Perempuan negara itu, sebelum memulai penerbangan ke Kongo untuk melanjutkan tur tiga negaranya di Afrika.
Blinken bertemu dengan Ramaphosa pada Selasa pagi untuk pembicaraan singkat yang juga melibatkan Menteri Hubungan Internasional Afrika Selatan Naledi Pandor.
Pertemuan ramah antara Blinken dan Ramaphosa itu tidak menutupi perbedaan antara AS dan Afrika Selatan atas perang Rusia di Ukraina.
Afrika Selatan tetap netral dalam perang dan menolak mengkritik Rusia atas serangannya ke Ukraina atau perilakunya dalam konflik.
Blinken juga memberikan penghormatan kepada hari libur Hari Perempuan Afrika Selatan, menandai hari pada tahun 1956 saat perempuan dari semua ras berbaris ke ibu kota, Pretoria, untuk memprotes apartheid, rezim penindasan negara mayoritas kulit hitam yang tidak berakhir sampai tahun 1994.
Blinken hadir acara Hari Perempuan di Dewan Penelitian Medis Afrika Selatan di Pretoria.
Diplomat top AS itu kemudian berangkat dengan penerbangan ke Kongo, pemberhentian berikutnya dalam tur tiga negaranya di Afrika yang juga akan membawanya ke Rwanda.
Baca Juga: Rebutan Pengaruh dengan Rusia, Menlu AS Antony Blinken Tur ke Afrika
Sementara di Afrika Selatan Blinken meluncurkan strategi baru Amerika Serikat untuk terlibat dengan negara-negara Afrika sub-Sahara.
Menguraikan strategi dalam pidatonya di Pretoria pada hari Senin, Blinken mengatakan strategi baru itu berakar pada pengakuan negara-negara sub-Sahara sebagai mitra setara dan menekankan peran kawasan itu sebagai "kekuatan geopolitik utama."
Dalam turnya di Afrika, kelompok hak asasi manusia mendesak Blinken untuk mempromosikan pemilihan umum yang bebas dan adil, menghormati hak asasi manusia dan upaya anti-korupsi.
Blinken diharapkan dapat mendorong solusi untuk kekerasan di Kongo timur di mana serangan meningkat oleh kelompok pemberontak M23.
Kongo menuduh Rwanda mendukung pemberontak M23.
Kunjungannya ke Afrika dilihat oleh banyak orang sebagai bagian dari kontes antara kekuatan Barat dan Rusia untuk memenangmam pengaruh di Afrika di tengah perang yang sedang berlangsung di Ukraina.
Sumber : Kompas TV/Straits Times
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.