JAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia akan menghadiri Konferensi Peninjauan Traktat Nonproliferasi Nuklir (NPT Revcon) ke-10 pada 1-26 Agustus 2022 di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat.
Terkait konferensi tersebut, Kementerian Luar Negeri RI telah mengirimkan working paper kepada PBB setelah menemukan celah dalam perjanjian itu.
"Kita mengajukan working paper karena kita melihat ada celah-celah aturan yang belum diisi oleh rezim NPT," kata Direktur Hak Asasi dan Kemanusiaan di Kementerian Luar Negeri (Dirham Kemlu) RI Achsanul Habib kepada KOMPAS TV, Jumat (29/7/2022) malam.
Celah aturan itu, menurutnya, bisa membahayakan negara-negara yang tak menggunakan nuklir sebagai senjata.
"Misalnya, bagaimana negara-negara non-senjata nuklir atau teknologi nuklir, dapat dilindungi apabila ada transportasi atau material yang mengandung uranium atau material berbahan baku nuklir lainnya," ungkap Habib.
"Sewaktu-waktu dapat menjadi accident atau kecelakaan, membahayakan bagi negara-negara yang dilalui transportasi material nuklir tersebut," imbuhnya.
Berdasar dokumen yang diakses KOMPAS TV melalui laman resmi PBB, working paper yang dikirim Indonesia diketahui berjudul "Propulsi Nuklir Angkatan Laut".
Di dalamnya terdapat 14 poin berupa saran, pernyataan dan gagasan yang ditujukan untuk memperbarui perjanjian anti-senjata nuklir dunia tersebut.
Baca Juga: Riset SIPRI: Jumlah Senjata Nuklir Dunia akan Melonjak (I)
Baca Juga: Asia Tenggara "Dikepung" Negara-Negara Bersenjata Nuklir (II)
Baca Juga: PBB Tinjau Ulang Traktat Nonproliferasi Nuklir, Indonesia Ikut Ambil Peran Vital (III)
Nantinya, working paper Indonesia akan dibahas bersama working paper dari negara-negara lain oleh 191 negara penandatangan NPT.
"Nah ini yang ingin kita buat aturannya, makanya kita buat dan usulkan working paper sebagai bahan diskusi dan pertimbangan oleh negara-negara yang hadir dalam konferensi NPT tersebut," ujar Habib.
Ia lantas memberikan contoh lain mengenai urgensi working paper yang diusulkan oleh Indonesia ke PBB.
"Kalau misalnya ada pengangkutan alat-alat atau material berbahan nuklir, menggunakan kapal, kemudian kapal itu tenggelam atau pecah atau terbakar di laut yang dilewati, sudah dipastikan bakal membuat lingkungan, manusia, hewan, dan tanaman yang ada di wilayah tersebut hancur selama berabad-abad, itu akan sangat merugikan," tegas Habib.
"Aturan itu yang belum ada, safe guarding untuk memastikan bahwa pengaturan seperti itu di dalam rezim NPT, makanya kita ajukan working paper," ujar Dirham Kemlu itu.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.