JAKARTA, KOMPAS.TV – Batas waktu pelaksanaan autopsi ulang atau ekshumasi pada jenazah sangat tergantung pada kasus dan penyebab kematiannya.
Dokter Spesialis Forensik dan Medikolegal Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI), Made Ayu Wiryaningsih, mengatakan, ada perbedaan pada kematian akibat keracunan dengan trauma.
“Kasusnya karena apa. Kalau di luar negeri sana, kadang-kadang ekshumasi sudah bertahun-tahun juga masih bisa dilakukan autopsi atau ekshumasi, cuma ya itu, terkait dengan bukti-bukti,” ujarnya menjelaskan dalam dialog Kompas Petang, Kompas TV, Selasa (26/7/2022).
Pada kasus keracunan secara umum, atau kasus keracunan logam berat, bisa saja racun-racun yang tadinya ada di tubuh meresap ke tanah sekitar.
“Sehingga, pada saat proses ekshumasi, sampel tanah diambil.”
Baca Juga: Ayah Brigadir J Usulkan Nama Pembuka Peti Jenazah Saat Autopsi Ulang dari Keluarga
“Kalau misalnya pada kasus yang terkait dengan trauma atau kekerasan, bisa saja ada perubahan warna misalnya akibat trauma pada tulang belulang,” tuturnya.
Karena, lanjut dia, tulang, seperti yang kita tahu, merupakan bagian tubuh yang paling terakhir mengalami pembusukan.
Tetapi, jika luka-luka yang dialami oleh mayat tersebut hanya sebatas pada jaringan, bisa saja tidak menemukan apa pun dalam autopsi ulang.
“Misalnya sebatas dari kulit sampai ke otot, tentu dalam beberapa bulan, kalau itu sudah membusuk, tentu kita bisa tidak menemukan apa-apa.”
“Sangat tergantung kasus, sangat tergantung waktu,” kata dia menegaskan.
Pada kasus tewasnya Brigadir J, Made Ayu mengatakan akan banyak tantang yang dihadapi. Kesulitan itu menilik pada jenazah Brigadir J atau Brigadir Yosua, yang sudah sekitar dua pekan dimakamkan.
“Tentu (ada tantangan). Kita sih dari dokter forensik selalu ingin semakin cepat semakin baik.”
Ia mencontohkan proses visum et repertum pada orang yang masih hidup. Luka atau memar yang dialami oleh orang yang bersangkutan akan mengalami penyembuhan, sehingga semakin cepat visum akan semakin baik.
“Ada luka-luka, yang kalau orang hidup, memar. Nanti ditunggu berapa hari memarnya sudah hilang, jadi hilanglah bukti-bukti itu,” tuturnya.
Baca Juga: Jelang Autopsi Ulang di RSUD Sungai Bahar, Ruang Tunggu hingga VIP dipersiapkan
Tujuan melakukan visum et repertum, atau autopsi, kata dia adalah preservasi barang bukti, bukti tetap terjaga sebelum adanya proses pembusukan.
“Tentunya semakin cepat semakin baik. Kalau misalnya ditunda-tunda, ya otomatis pasti ada tantangan-tantangan tersendiri terkait bukti yang bisa diperoleh,” kata dia menegaskan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.