JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketahanan ekonomi Indonesia terhadap krisis, mendapat pujian dari sejumlah pihak. Salah satunya Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva yang menyebut ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh 4-5 persen, di saat ekonomi negara lain hanya bisa tumbuh rendah.
Menurut Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono, keberhasilan Indonesia menjaga daya tahan ekonomi selama pandemi COVID-19 dan konflik geopolitik, karena keseimbangan kebijakan “gas dan rem” Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Edy mengatakan, Presiden Jokowi konsisten menjaga keseimbangan antara penanganan kesehatan dan ekonomi masyarakat. Keseimbangan kebijakan antara kesehatan dan ekonomi itulah yang dimaksud dengan pendekatan “gas dan rem”.
“Sekarang terbukti bahwa strategi ‘gas dan rem’ Presiden Jokowi hasilnya sangat baik. Tidak hanya pada penanganan pandemi tapi juga pemulihan ekonominya,” kata Edy dalam keterangan tertulisnya, Selasa (19/7/2022).
Baca Juga: Terakhir ke Jakarta Saat Krisis 1998, Bos IMF Sebut Ada Peningkatan Luar Biasa
Edy menyebut, IMF menilai berbagai indikator ekonomi Indonesia saat ini dalam keadaan baik. Seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar mata uang, neraca pembayaran, kinerja fiskal, dan moneter.
Menurut Edy, pemerintah juga konsisten menerapkan upaya dalam mengendalikan inflasi nasional. Meskipun angka inflasi pada Juni 2022 relatif tinggi dari biasanya yakni mencapai 4,35 persen (year on year), jika dibandingkan dengan banyak negara lain, inflasi Indonesia masih relatif terkendali.
Pengendalian inflasi, kata Edy, dilakukan dari dua sisi yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Otoritas moneter Bank Indonesia (BI) hingga saat ini masih mempertahankan suku bunga acuan. Namun di sisi lain, BI menaikkan Giro Wajib Minumum (GWM) agar jumlah uang yang beredar tidak terlalu besar sehingga inflasi lebih terkendali.
Sementara dari sisi fiskal, kata Edy, pemerintah berusaha untuk mempertahankan harga pangan dan energi di tengah gejolak harga komoditas global.
Baca Juga: Bertemu IMF, Jokowi Sebut Ekonomi Indonesia dalam Kondisi Baik
Upaya itu dilakukan dengan menambah anggaran subsidi dan kompensasi untuk energi baik Bahan Bakar Minyak (BBM), listrik, dan LPG.
“Karena kita tahu bahwa kenaikan harga BBM dan gas bersubsidi akan bisa memicu kenaikan harga berbagai barang dan jasa yang berimplikasi pada angka inflasi yang lebih tinggi lagi,” ujar Edy.
“Pemerintah juga konsisten melaksanakan program perlindungan sosial untuk menjaga daya beli kelompok kurang mampu di tengah kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa,” ujarnya.
Pandemi Covid telah menyebabkan banyak perusahaan bangkrut dan mem-PHK pekerjanya. Namun pemerintah berusaha keras untuk menurunkan angka pengangguran dengan stimulus ekonomi dan meluncurkan berbagai pelatihan untuk memberikan bekal kepada calon pekerja.
“Sejauh ini pertumbuhan ekonomi berhasil menurunkan angka pengangguran dari 6,49 persen per Agustus 2021, menjadi 5,83 persen per Februari 2022,” ucap Edy.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.