JAKARTA, KOMPAS.TV- Twitter resmi mengajukan gugatan terhadap Elon Musk, di Pengadilan Delaware, Amerika Serikat pada Selasa (12/7/2022) waktu setempat. Twitter menggugat Musk karena mundur dari kesepakatan pembelian Twitter.
Dalam gugatannya, Twitter menyebut Elon Musk sebagai sosok yang munafik, melanggar aturan perjanjian merger demi kepentingan diri sendiri, dan dengan sengaja menyerang Twitter.
“Setelah menjadikan rencana akuisisi Twitter sebagai tontonan publik, dan setelah mengusulkan dan kemudian menandatangani perjanjian merger yang ramah penjual, Musk tampaknya percaya bahwa dia – tidak seperti setiap pihak lain yang tunduk pada undang-undang kontrak Delaware – bebas untuk berubah pikiran, membuang perusahaan, mengganggu operasinya, menghancurkan nilai pemegang saham, dan pergi," tulis Twitter dalam gugatannya seperti dikutip dari The Washington Post, Rabu (12/7/2022).
Twitter pun menggandeng firma hukum Wachtell, Lipton Rosen & Katz untuk melawan Elon Musk di pengadilan, yang akan menjadi salah satu gugatan hukum terbesar dalam sejarah. Lantaran melibatkan orang terkaya di dunia dan salah satu perusahaan teknologi terbesar di dunia.
Baca Juga: Twitter Serang Elon Musk, Tuntut Bos Tesla Itu Penuhi Perjanjian
Elon Musk membatalkan kesepakatan senilai 44 miliar dollar AS atau sekitar Rp660 triliun (asumsi kurs Rp15.000), karena tidak puas dengan jawaban Twitter terkait akun bot. Musk beralasan data soal akun palsu sangat penting, bagi kelangsungan bisnis Twitter kedepannya.
Namun dalam dokumen gugatan yang diajukan ke pengadilan, Twitter menyatakan keluhan Musk itu engajuan Twitter mengatakan bahwa keluhan Musk tentang bot tidak ada gunanya, dan bahwa Musk, meskipun mendapatkan banyak data dan informasi dari Twitter, tidak dapat menghasilkan bukti bahwa perkiraan perusahaan itu salah.
Namun Twitter menilai alasan Musk itu mengada-ada. Twitter juga menyebut Musk tidak bisa mengatakan Twitter salah menghitung jumlah akun bot di platformnya, yang tidak sampai 5 persen dari total pengguna.
Nantinya para juri akan dihadapkan pada pilihan, apakah Elon Musk yang merupakan Bos Tesla dan Starlink itu bisa keluar dari kesepakatan merger, meskipun ada kontrak yang mengikatnya untuk menyelesaikan akuisisi kecuali ada perubahan besar pada bisnis perusahaan.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.