JAKARTA, KOMPAS.TV - Bareskrim Polri melakukan analisa transaksi keuangan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gerobak untuk UMKM di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun 2018 dan 2019.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menjelaskan penyidik masih memerlukan sejumlah bukti untuk penetapan tersangaka dalam kasus ini.
Sejauh ini sudah 46 saksi dimintai keterangan terkait dugaan korupsi pengadaan gerobak di Kemendag. Penyidik juga sedang melakukan pendalaman transaksi keuangan proyek pegadaan tersebut.
Baca Juga: 40 Saksi Diperiksa, Polri Gali Tindakan Mark Up dan Data Fiktif Kasus Korupsi Gerobak di Kemendag
"Proses penyidikan masih berjalan dengan lakukan analisa transaksi keuangan dan asset recovery," ujar Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (8/7/2022).
Kasus korupsi pengadaan gerobak untuk UMKM di Kemendag ini mencuat setelah adanya pengaduan sejumlah penerima manfaat yang tidak mendapatkan gerobak.
Laporan tersebut diterima dengan nomor LP/A/0224/V/2022/SPKT.DITTIPIDKOR/BARESKRIM tanggal 17 Mei 2022 dan LP/A/0225/V/2022/SPKT.DITTIPIDKOR/BARESKRIM tanggal 19 Mei 2022.
Kronologi kasus ini bermula pada tahun 2018, pihak Kementerian Perdagangan menyiapkan anggaran proyek sebesar Rp49 miliar untuk mengadakan 7.200 unit gerobak.
Baca Juga: Kemendag Resmi Luncurkan "MinyaKita" Rp14.000/Liter, Zulhas Sebut Lebih Mudah Sampai Maluku-Papua
Harga per satu unit gerobak dipatok sekitar Rp7 juta. Selanjutnya, di tahun 2019, disiapkan anggaran proyek sekitar Rp26 miliar untuk pengadaan 3.570 unit gerobak dengan harga satuan sekitar Rp8.613.000.
Totalnya anggaran pengadaan gerobak dalam dua tahun sektar Rp76 miliar.
Kemudian dalam laporan warga, melaporkan tidak mendapat gerobak. Sejatinya gerobak tersebut diberikan kepada pelaku UMKM secara gratis.
Baca Juga: Hari Ini, Petinggi ACT Diperiksa Bareskrim Polri terkait Dugaan Penyelewengan Dana Umat
Dalam kasus ini Dittipidkor Bareskrim Polri belum menetapkan tersangka. Namun sejumlah bukti permulaan adanya dugaan aliran uang, pengelembungan dana dan penerima fiktif sudah dikantongi penyidik.
Tidak menutup kemungkinan tersangka dijerat Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.