JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar menegaskan pengelolaan dana oleh lembaganya masih dalam kategori wajar. Di sisi lain, Majalah Tempo menemukan adanya rekayasa terkait laporan keuangan membuat lembaga itu mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Sebelumnya, Majalah Tempo mengungkap adanya dugaan penyelewengan dana dari lembaga ACT yang digunakan untuk keperluan pribadi petinggi-petinggi ACT. Selain itu, penggunaan dana untuk keperluan operasional dinilai tidak wajar.
"Kalau menganut kewajaran, 12,5 persen untuk hak penyelenggaranya, nah ini kalau kita perhatikan ternyata lebih dari itu," jelas Direktur Pemberitaan Tempo Budi Setyarso dalam Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Senin (4/7/2022).
Baca Juga: Kejanggalan yang Disorot Tempo dalam Pengelolaan ACT
Ibnu membenarkan bahwa rata-rata dana yang diterima ACT digunakan lebih dari 12,5 persen, tepatnya sebanyak 13,7 persen untuk keperluan operasional.
"Kenapa ACT 13,7 persen? Lebih karena ACT bukan lembaga zakat, ada donasi-donasi umum masyarakat, ada CSR, ada zakat juga," kata Ibnu dalam konferensi pers ACT di Jakarta Selatan, Senin (4/7/2022).
Menurut Ibnu, lembaganya membutuhkan dana distribusi yang cukup besar karena memiliki banyak cabang di berbagai negara.
"ACT butuh dana distribusi dari dana lebih karena banyaknya cabang dan negara, diambil dari dana nonzakat," imbuhnya.
Baca Juga: ACT Klaim Sudah Berbenah, DPR dan Tempo Desak Transparansi Laporan Keuangan Lembaga
Melalui rilis pers resmi yang diterima KOMPAS TV, ACT menyatakan laporan keuangan lembaga itu telah mendapatkan predikat WTP dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Kementerian Keuangan.
Terkait hal itu, Budi menjelaskan, pihaknya menemukan adanya rekayasa dalam pencatatan antara hutang dan juga modal di dalam laporan keuangan lembaga itu.
Ia menambahkan, pihaknya memiliki bukti yang kuat terkait rekayasa tersebut.
"Jadi ketika ada klaim wajar tanpa pengecualian, kami juga mendapatkan notulen-notulen rapat untuk memutuskan hal itu," ungkapnya.
Informasi-informasi tersebut, jelas Budi, diperoleh dari pihak-pihak yang mengetahui dan tidak setuju dengan praktik yang dinilai tak lazim itu.
"Kan banyak juga orang-orang yang barangkali melihat ini sebuah praktik yang tidak lazim, sehingga mereka tergerak hatinya untuk membuka kepada publik melalui Majalah Tempo," jelasnya.
Ia menerangkan, informasi tersebut telah ditelusuri sejak bulan Januari. Bahkan, pimpinan ACT juga sempat mendatangi kantor Tempo untuk memberikan klarifikasi pada awal bulan Juni tahun ini.
"Sebetulnya tujuan akhirnya adalah bagaimana kita melindungi kepentingan publik, menjaga kepercayaan kepada lembaga-lembaga pengumpul donasi, dan ini yang dijalankan oleh Tempo," pungkasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.