JAKARTA, KOMPAS.TV – Peneliti politik Islam dari The Political Literacy, Muhammad Hanifuddin, menilai gagasan menduetkan NU dan Muhammadiyah untuk maju dalam Pilpres 2024 tidaklah tepat.
Bahkan, ia menyebut, wacana duet NU-Muhammadiyah tidak strategis karena menihilkan nilai sejarah keduanya.
“Duet NU-Muhammadiyah sangat penting dan strategis. Namun tidak dalam tataran politik praktis, apalagi mengusung pasangan capres-cawapres di Pilpres 2024,” paparnya kepada KOMPAS.TV, Jumat (1/7/2022).
Kedua ormas itu, menurut Hanif, strategis dalam urusan penguatan politik kebangsaan, bukan politik praktis.
“Duet NU-Muhammadiyah adalah dalam penguatan politik kebangsaan. Politik yang mengutamakan nilai-nilai persatuan, kemanusiaan dan keadilan,” tambahnya.
Di titik inilah, menurut Hanif, NU-Muhammadiyah harus bersinergi dan bergandengan tangan, termasuk menggandeng elemen bangsa yang lain.
Peran ini, lanjutnya, yang harus dipahami oleh kader kedua ormas tersebut.
Sehingga, kata Hanif, kader NU maupun Muhammadiyah tidak mudah tergoda lompat pagar, tergoda untuk masuk ke politik praktis dengan memakai organsisasi.
“Dalam sistem politik Indonesia, NU-Muhammadiyah dikategorikan sebagai religious based civil society. Penopang dari kekuatan masyarakat madani berbasis agama. Bukan sebagai partai politik,” paparnya.
Secara legal, lanjutnya, partai politiklah yang berhak mengusung pasangan capres-cawapres.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.