Kompas TV nasional hukum

Mantan Penyidik Kritik Pola Kerja KPK Saat Ini: Dilumpuhkan Secara Halus, Hanya Urus Formalitas

Kompas.tv - 29 Juni 2022, 07:22 WIB
mantan-penyidik-kritik-pola-kerja-kpk-saat-ini-dilumpuhkan-secara-halus-hanya-urus-formalitas
Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi dipecat dengan masing-masing telah menerima Surat Keputusan (SK) dari pimpinan lantaran tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), lantas peristiwa tersebut disebut sebagai G30S/TWK, Kamis (30/9/2021) (Sumber: Twitter/Febridiansyah)
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV- Bekas penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang juga Ketua Indonesia Memanggil 57 Institute, M Praswad Nugraha, membongkar pola-pola sistematis KPK dikerdilkan.

Ia pun menilai, KPK saat ini sudah kehilangan arah dan terlepas dari karakter awal pembentukannya sebagai anak kandung reformasi.

Demikian Ketua IM57 Institute M Praswad Nugraha dalam keterangan tertulisnya kepada KOMPAS TV, Rabu (29/6/2022).

“KPK diciptakan untuk memberantas korupsi yang sifatnya big fish, berdampak besar kepada masyarakat, dan merugikan keuangan negara yang fantastis sesuai Pasal 11 UU 30 tahun 2002,” ucap Praswad.

Baca Juga: ICW: 900 Hari Harun Masiku Buron, Bukti Penindakan KPK Sekadar Retorika, Kontroversi, dan Tumpul

“Sesuai design tersebut, KPK tidak ditujukan untuk terfokus memberantas korupsi yang bersifat kecil.”

Praswad mengatakan, perubahan UU KPK tahun 2019 yang memicu gerakan demonstrasi terbesar di Indonesia pasca reformasi telah terbukti hari ini.

“Kita lihat bersama bagaimana KPK dilumpuhkan secara halus, pelan-pelan dikerdilkan dengan hanya menangani kasus-kasus kecil dan dilokalisir pada aktor di level daerah tingkat 2 saja, dan itupun intensitasnya sangat jarang,” kata Praswad.

“Gerakan KPK dalam pemberantasan korupsi sekarang lebih banyak bersifat kosmetik dan formalitas, pimpinan membuat puisi, menciptakan rompi biru, bahkan pimpinan KPK sibuk hadir di agenda peresmian sana dan sini.”

Baca Juga: Dewas KPK: Dugaan Pelanggaraan Lili Pintauli Terkait MotoGP Dilanjutkan ke Sidang Etik

Diperburuk lagi, kata Praswad, kasus pelanggaran kode etik yang melibatkan pimpinan KPK di Sidang Kode Etik Dewan Pengawas selalu muncul seolah-olah menjadi hal yang tidak tabu lagi untuk dilakukan.

“Sedangkan, Kejaksaan Agung dengan segala catatannya berupaya menuju perbaikan kinerja dengan menangani kasus strategis nasional,” ujar Praswad.

Kondisis inilah, lanjut Praswad, yang membuat satu pertanyaan besar bagaimana bisa KPK menjalankan fungsi supervisi apabila tidak mampu memberikan keteladanan dalam penanganan kasus-kasus besar dan strategis.

“Fakta-fakta tersebut menjadi paripurna setelah terbukti di hampir semua lembaga survei efektivitas dan kepercayaan publik terhadap pemberantasan korupsi, KPK yang dulu selalu menjadi nomor satu sebagai lembaga penegak hukum yang paling dipercaya publik sekarang sudah tidak menjadi andalan lagi,” ucap Praswad.

Baca Juga: KPK Geledah Apartemen Mardani Maming

Pertanyaan selanjutnya, sambung Praswad, apakah KPK masih di perlukan?

“Kami berpendapat situasi KPK sekarang seperti buah simalakama, jika di bubarkan sama dengan membunuh anak kandung reformasi, sedangkan jika dibiarkan khawatirnya KPK hanya menjadi tunggangan oligarki dan dijadikan alat politik,” kata Praswad.

“Untuk itu, kami memandang perlunya reformasi total KPK mulai dari kembalikan UU KPK pada UU 30 tahun 2002 dan berhentikan Firli Bahuri sebagai Pimpinan KPK karena bukan hanya gagal mempertahankan prestasi KPK tetapi malah membawa KPK kepada posisi yang semakin jauh dari cita reformasi.”




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x