Mantan Menhan Peter Dutton Klaim Australia Bisa Dapat 2 Kapal Selam Nuklir dari AS Pada Akhir 2030

SYDNEY, KOMPAS.TV - Pemimpin oposisi Australia yang juga mantan menteri pertahanan pemerintahan terdahulu, Peter Dutton, mengulangi klaimnya sebelumnya bahwa Amerika Serikat dapat memberi Australia dua kapal selam nuklir pada tahun 2030, seperti laporan Bloomberg, Minggu, (19/6/2022) namun tanpa memberikan bukti material kesepakatan semacam itu akan terjadi.

Berbicara pada program bincang-bincang "Insiders" televisi nasional hari Minggu (19/6/2022), Dutton mengatakan dia mengunjungi mitra-mitra Australia di Connecticut dan "berbicara dengan mereka di sana" tentang akuisisi alutsista, meskipun proposisi tersebut memunculkan skeptisisme, mengingat tidak ada indikasi dari AS bahwa mereka setuju untuk melakukan penjualan.

AS "sangat ingin melihat kenyataan di Indo-Pasifik ditangani, jadi saya pikir mereka akan melakukan segala upaya untuk mendukung Australia memperoleh kemampuan secepat mungkin," kata Dutton.

Australia bergabung dengan kemitraan keamanan Indo-Pasifik dengan AS dan Inggris pada September tahun lalu, memungkinkan Australua memperoleh kapal selam bertenaga nuklir.

Langkah itu memicu keretakan dengan Prancis, yang mengatakan perjanjian itu menggagalkan kesepakatan sebelumnya yang dibuat Australia pada 2016 dengan pembuat kapal Prancis untuk membangun hingga 12 kapal selam.

Baca Juga: Australia dan Prancis Berbaikan usai Canberra Batalkan Pesanan Kapal Selam Tempur Paris Tahun Lalu

Dutton, mantan menteri pertahanan, menulis awal bulan ini bahwa dia yakin Australia bisa memperoleh "dua kapal selam pertama dari jalur produksi di Connecticut" dekade ini sebagai alternatif dari menunggu hingga 2038 dalam jalur pembuatan kapal selam domestik Australia dari jenis dan tipe yang sama.

Ketika ditanya hari Minggu informasi apa yang menjadi dasar klaimnya, Dutton berkata, "Saya tidak akan berbicara, tetapi saya membuat penilaian bahwa kita dapat memperoleh dua kapal selam dengan cepat dan saya pikir itu perlu kita lakukan."

AS dan Inggris adalah "mitra yang sangat bersedia," katanya.

Komentar tersebut muncul saat Perdana Menteri saat ini Anthony Albanese bersiap untuk berangkat ke Eropa akhir bulan ini, menghadiri pertemuan NATO untuk membahas perang di Ukraina.

Perjalanan itu mungkin juga melibatkan kunjungan ke Paris menemui Presiden Emmanuel Macron, setelah Albanese mengatakan sebelumnya pada bulan Juni bahwa dia berharap menerima undangan dari pemimpin Prancis dan bahwa "sangat penting" untuk mengatur ulang hubungan antara kedua negara.