KOLOMBO, KOMPAS.TV - Perdana Menteri baru Sri Lanka Ranil Wickremesinghe seusai demonstrasi yang meletus pada Maret lalu, Ranil Wickremesinghe mengaku negaranya kemungkinan terpaksa membeli lebih banyak minyak Rusia untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar selama negaranya dihantam krisis ekonomi.
Suksesor Mahinda Rajapaksa itu memberikan wawancara khusus kepada Associated Press pada Sabtu (11/6/2022) di ibu kota Sri Lanka, Kolombo.
Dalam wawancara, Wickremesinghe memperbincangkan berbagai hal, antara lain manuver mengatasi krisis ekonomi, utang China, hingga perang Rusia-Ukraina.
Berikut poin-poin wawancara perdana menteri yang ditunjuk Presiden Gotabaya Rajapaksa untuk mengatasi krisis ekonomi itu sebagaimana dilansir Associated Press.
Ranil Wickremesinghe mengaku pihaknya ingin mengupayakan sumber minyak lain di luar Rusia. Namun, Kolombo kemungkinan akan membeli lebih banyak minyak dari Moskow seiring kebutuhan mendesak akibat krisis ekonomi.
Dua pekan lalu, Sri Lanka membeli 90.000 metrik ton minyak mentah dari Rusia untuk diolah di satu-satunya tempat penyulingan minyak di sana.
Baca Juga: Krisis BBM, Sri Lanka Minta Maskapai Dunia Datang dengan Tangki Penuh atau Isi Avtur di Tempat Lain
Wickremesinghe mengaku tidak mengetahui apakah Kolombo telah membuat kontrak pembelian yang lain lagi dengan Rusia. Ia sekadar menegaskan, Sri Lanka sangat membutuhkan bahan bakar dan tengah mengupayakan minyak dan batu bara dari pemasok-pemasok langganannya di Timur Tengah.
“Jika kami bisa mendapatkan (minyak) dari sumber lain, kami akan mendapatkannya dari sana. Jika tidak, (kami) mungkin harus pergi ke Rusia lagi,” kata Wickremesinghe.
Perdana menteri yang juga menjabat sebagai menteri keuangan Sri Lanka itu menegaskan mereka memprioritaskan suplai dari negara-negara Teluk Arab.
Rusia selama ini menawarkan diskon besar minyak mentah yang sangat menarik bagi sejumlah negara. Moskow melakukannya untuk memintas sanksi ekonomi Barat yang meluas sehubungan invasi Rusia ke Ukraina.
Sri Lanka sendiri secara resmi menyatakan sikap netral atas perang Rusia-Ukraina, sebagaimana banyak negara Asia Selatan lain.
Sri Lanka memiliki total 51 miliar dolar AS utang luar negeri yang menjadi salah satu pangkal penyebab krisis. Hampir 7 miliar dolar di antaranya yang jatuh tempo tahun ini pembayarannya ditangguhkan.
Utang menggunung membuat Kolombo tak punya uang untuk mengimpor kebutuhan dasar seperti makanan, bahan bakar, hingga korek api dan tisu toilet.
Krisis bahan pokok ini menimbulkan pemadaman listrik di mana-mana dan warga mesti mengantre berkilo-kilometer sekadar untuk mendapatkan gas dan bahan bakar.
Sejak krisis menerpa, Sri Lanka terus meminta pertolongan ke berbagai negara, termasuk China, kreditur negara itu yang paling kontroversial. China merupakan kreditur terbesar ketiga Sri Lanka.
Baca Juga: PM Sri Lanka Undang Kelompok Pemuda Pengunjuk Rasa Jadi Bagian dari Pemerintahan
Utang China membuat utang luar negeri Sri Lanka menggunung karena cenderung digunakan untuk proyek infrastruktur mahal yang gagal memberikan profit.
Sumber : Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.