JAKARTA, KOMPAS.TV - Majelis Ulama Indonesia (MUI) membolehkan daging kurban didistribusikan dalam bentuk olahan ke daerah-daerah yang membutuhkan saat musim kurban Iduladha 2022 nanti.
Hal ini demi pemerataan daging pascakebijakan pembatasan pergerakan hewan di daerah wabah penyakit mulut dan kuku (PMK).
Pembolehan itu diungkapkan oleh Ketua Majelis Fatwa MUI Asrorun Niam terkait adanya potensi penumpukan daging akibat kebijakan pemerintah itu yang membatasi daerah-daerah imbas wabah PMK.
"Ketika hewan menumpuk di satu daerah dan tidak bisa keluar ke daerah lain karena kebijakan karantina, akibatnya daging kurban juga bisa jadi menumpuk,” ujarnya dalam keterangan di Jakarta Kamis malam dikutip dari Antara (02/6/2022).
“Untuk itu daging kurban dapat didistribusikan ke daerah yang membutuhkan dalam bentuk daging segar atau daging olahan," sambungnya.
Ketentuan ini ditegaskan lagi oleh Asrorun Niam dan menyebutkan hal itu juga termaktub ke dalam Fatwa MUI Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban saat Kondisi Wabah PMK.
Baca Juga: Alasan MUI Larang Kurban Hewan Kena PMK Kategori Berat, tapi Boleh Jika Bergejala Ringan
Seperti diberitakan KOMPAS.TV sebelumnya, MUI resmi mengeluarkan 10 panduan kurban di tengah wabah PMK yang ditetapkan pada Selasa lalu (31/5)
Fatwa ini ditetapkan setelah adanya permohonan fatwa dari Kementerian Pertanian RI.
Menindaklanjuti permohonan tersebut, MUI melakukan pendalaman substansi masalah dengan mengundang ahli di bidang peternakan dan kesehatan veteriner untuk mengetahui lebih lanjut ihwal PMK, gejala klinisnya, pengaruh, serta mitigasinya.
Saat membacakan hasil fatwa MUI tersebut, Asrorun mengatakan bahwa hukum berkurban dengan hewan kurban yang terkena penyakit mulut dan kuku (PMK) dengan kategori berat tidak sah untuk disembelih.
"Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang/tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban," ujar dia.
Fatwa tersebut juga mengatur ketentuan hewan kurban terkena PMK yang dirinci sesuai dengan kondisi faktual hewan tersebut.
"Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya hukumnya sah dijadikan hewan kurban," kata Asrorun.
Sementara apabila hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK dalam rentang waktu yang dibolehkan kurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijah), maka hewan ternak tersebut sah dijadikan hewan kurban.
Baca Juga: Simak! 10 Panduan MUI untuk Cegah Hewan Kurban Terpapar Wabah PMK
Sumber : Kompas TV/Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.