SYDNEY, KOMPAS.TV - Nick Coyle, kolega dari jurnalis Cheng Lei yang ditahan sepanjang 2 tahun terakhir oleh Cina, berbicara pada media pada Kamis (2/6/2022). Ia menerangkan rekannya Cheng Lei, mengalami kesulitan komunikasi dengan keluarga, selain juga kesehatannya yang menurun akibat menu makanan penjara yang buruk.
Cheng Lei adalah jurnalis berkewarganegaraan Australia yang lahir di Cina. Ia menempuh pendidikan di University of Quesland, lalu menjadi analis keuangan, sebelum akhirnya bertolak ke Cina pada 2001 untuk bekerja sebagai jurnalis
Terbaru, Cheng bekerja pada kanal bisnis stasiun tv di Cina, CGTN. Namun, pada Agustus 2020 pria 46 tahun itu ditahan dengan tuduhan membocorkan rahasia negara.
"Dia tidak dapat menelepon siapa pun. Dia mungkin mendapat tiga kunjungan dari pengacaranya, hanya untuk mempersiapkan persidangan," ungkap Coyle.
"Dia tidak pernah melakukan satu panggilan telepon dengan keluarga, dengan anak-anaknya," lanjutnya.
Diketahui, orang tua Cheng, istri beserta dua anaknya kini menetap di Australia. Adapun Coyle merupakan Kepala Eksekutif Kamar Dagang China-Australia di Beijing. Ia meninggalkan ibu kota negara itu selepas adanya kekhawatiran terkait keselamatan hidup.
Coyle lantas menuturkan perbincangan terbarunya dengan Cheng. Jurnalis kelahiran Cina itu melemparkan candaan pada Coyle bahwa harga segelas Starbucks-nya bernilai seminggu porsi makanan di penjara.
"Untungnya, kami berurusan dengan orang terkuat yang saya kenal, secara mental, emosional, tetapi ada tantangan kesehatan yang sangat sulit," terang Coyle.
Coyle juga menegaskan bahwa ia belum memahami alasan penahanan Cheng. Baginya, hubungan dengan Cheng sebatas kolega bisnis saja. Hanya, penahanan Cheng terjadi ketika hubungan diplomatik Cina dan Australia sedang memburuk.
Dalam sidang perdana di Beijing pada Maret 2020, Dubes Australia untuk China, Graham Fletcher, mengatakan ia tak boleh menghadiri proses persidangan.
"Ini sangat memprihatinkan, tidak memuaskan dan sangat disesalkan. Kami tidak dapat memiliki kepercayaan pada validitas proses yang dilakukan secara rahasia," terang Fletcher
Diketahui, Cina merupakan salah satu negara yang tak mengakui asas kewaganegaraan ganda. Terdakwa kelahiran Negara Tirai Bambu itu kerap mendapat diskriminasi dalam proses peradilan.
Baca Juga: Analis: Harga Minyak Tinggi, Embargo Energi Rusia dari Uni Eropa Bisa Jadi Bumerang
Baca Juga: Penampakan Singa Berponi ala The Beatles di China, Jubir Kebun Binatang: Sebuah Keajaiban Alam
Sumber : AP
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.