BRUSSELS, KOMPAS.TV - Uni Eropa melarang impor minyak dari Rusia sebagai sanksi atas invasi negara itu terhadap Ukraina. Pimpinan negara di Benua Biru memuji keputusan ini, tetapi analis mengingatkan efektivitasnya.
Diketahui, anggota Uni Eropa sebelumnya memiliki ketergantungan 25% minyak dan 40% gas alam dari Rusia. Kendati begitu, blok Eropa yang beranggotakan 27 negara tetap bersepakat pada Senin (31/5) malam untuk memangkas 90% impor minyak Rusia sepanjang enam bulan kedepan.
Sanksi hanya berlaku untuk minyak yang terdistribusi via jalur laut, kecuali pada pipa Druzbha yang mengarah pada negara-negara tertentu di daratan Eropa Tengah.
"Sanksi itu memiliki satu tujuan yang jelas: untuk mendorong Rusia mengakhiri perang ini dan menarik pasukannya dan untuk setuju dengan Ukraina tentang perdamaian yang masuk akal dan adil," ungkap Kanselir Jerman Olaf Scholz.
Pada kubu yang sama, Menteri Luar Negeri Ukraina Dmyttro Kuleba memperkirakan keputusan ini bakal merugikan Kremlin senilai puluhan miliar dolar.
"Embargo minyak akan mempercepat hitungan mundur menuju runtuhnya ekonomi Rusia dan mesin perang," ungkap Kuleba.
Namun, pandangan berbeda berdatangan dari para ahli dan peneliti. Chris Weafer, CEO Macro-Advisory mengatakan sanksi larangan minyak mungkin tak efektif untuk saat ini.
"Sekarang, itu tidak terlalu menyakitkan secara finansial bagi Rusia, harga minyak dunia meningkat jauh lebih tinggi dari tahun lalu," kata Chris.
"Jadi bahkan jika Rusia menawarkan diskon, mereka mungkin menjual minyaknya kira-kira seharga yang dijualnya tahun lalu juga," ujarnya.
Chris juga menyebut India dan Cina bakal jadi ceruk baru bagi Rusia, selepas sanksi itu diterapkan.
Baca Juga: Gabon Serukan Konservasi Alam Punya Nilai Moneter, Konservasi dan Menekan Emisi Gas Sama Pentingnya
Serupa dengan Chris, Matteo Villa selaku ahli energi dan peneliti dari Italia menyebut embargo energi atas Rusia bisa jadi bumerang.
"Risikonya adalah harga minyak secara umum bakal naik karena sanksi Eropa. Jika itu terjadi, Rusia mulai mendapatkan lebih banyak keuntungan dan Eropa kehilangan taruhannya," kata Villa.
Diketahui, pihak Moskow memanfaatkan sanksi itu untuk mendulang dukungan masyarakat untuk kampanye antipati terhadap Barat. Wakil Kemhan Rusia Dymitry Medvedev menyebut embargo energi akan mengurangi pendapatan ekspor Rusia, berdampak pada berkurangnya dana sosial untuk kebutuhan masyarakat.
"Mereka membenci kita semua. Keputusan itu berasal dari kebencian terhadap Rusia dan terhadap semua rakyatnya," tulis Medvedev via media sosial.
Gazprom, raksasa perusahaan minyak di Rusia, langsung mengambil tindakan dengan memutus pasokan gas menuju GasTerra (Belanda) dan Oersted (Denmark). Mereka juga menyetop pasokan gas ke Shell energy Europe yang menuju Jerman, setelah sebelumnya menyegel aliran energi ke Bulgaria, Polandia dan Finlandia.
Terlepas dari itu, Uni Eropa mencegah embargo pada sektor pangan karena berisiko menyebabkan terjadinya krisis pangan global.
Baca Juga: Turki Masih Keberatan Swedia-Finlandia Gabung NATO, Erdogan Sorot ‘Risiko’ Terkait Milisi Kurdistan
Sumber : AP
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.